Fahri Vs Budiman Sudjatmiko soal Sikap Diam Jokowi Atas Tragedi India

Presiden Joko Widodo saat kunjungan kerja ke Jawa Timur
Sumber :
  • Dok. Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden

VIVA – Pendiri Partai Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) Fahri Hamzah terlibat friksi dengan politikus PDIP Budiman Sudjatmiko di media sosial. Perdebatan keduanya terkait Presiden Joko Widodo yang belum merespons atas tragedi berdarah di India.

Bermula dari Budiman yang nge-tweet mengomentari artikel pernyataan aktivis HAM Natalius Pigai menyangkut sikap diam Jokowi atas bentrokan berdarah di India. Dalam artikel itu, Pigai mempertanyakan sikap Jokowi lantaran insiden di India telah menewaskan puluhan orang muslim.

"Saat Real Madrid kalah 1-2 oleh ManCity di Santiago Bernabeu, di mana pak @jokowi??" demikian cuitan Budiman di akun Twitternya @budimandjatmiko yang dikutip VIVAnews, Minggu, 1 Maret 2020.

Fahri pun menanggapi cuitan Budiman. Dengan coba memahami maksud Pigai, ia berpandangan perlu Jokowi bersikap sebagai kepala negara dengan populasi rakyat yang sebagian besar muslim.

Dengan status itu, seharusnya RI bisa menggalang solidaritas kemanusiaan sesuai sila ke-2 Pancasila.

"Kalau bung perlu penjelasan, begini: presiden kita adalah pemimpin negara dengan populasi musim terbesar. Predikat itu membuat kita perlu menggalang solidaritas “kemanusiaan yang adil dan beradab” sesuai sila II yg oleh bung karno memiliki dimensi INTERNASIONALISME. Gitu!," tulis Fahri di akun Twitternya, @Fahrihamzah.

Budiman kemudian merespons dengan mempertanyakan penjelasan Fahri. Ia bilang jika menggalang solidaritas kemanusiaan menjadi heran karena persoalan India menyangkut lintas agama.

"Ada 2 problem di kalimat ini: "sbg pemimpin negara Muslim terbesar" perlu menggalang "solidaritas kemanusiaan" pd kasus yg korbannya umat Islam. Ini ttg kemanusiaan lintas agama. Tak tepat alasan, bisa inkonsisten kemuliaannya. Gitu," balas Budiman.

Fahri kembali mengomentari karena sejak era Presiden Soekarno, RI tak pernah absen dalam politik internasional. Pola pikir yang mesti jadi rujukan adalah kemerdekaan adalah hak segala bangsa.

"Sebab Indonesia tidak pernah absen dalam politik internasional sejak proklamasi 1945 adalah karena para pendiri bangsa  kita percaya, “bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa..”.jadi keaktifan kita universal. Kemanusiaan itu universal..polugri kita harus aktif," jelas Fahri.

Tragedi mencekam di India ini karena dipicu lahirnya Undang-Undang Kewarganegaraan. Aturan UU ini kontroversi karena hanya memberi status kewarganegaraan bagi imigran yang menerima persekusi di negaranya dengan syarat beragama Hindu, Kristen, dan agama minoritas lainnya selain muslim.

UU ini disahkan di era rezim Perdana Menteri India, Narendra Modi yang didukung partai pengusungnya Bhratiya Janata Party (BJP). Pun, aturan ini menyulut polemik panas karena dinilai bersikap diskriminatif terhadap umat Muslim di India.

Jumlah korban tewas karena bentrok umat Muslim dan Hindu di India meningkat menjadi 42 orang. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sudah mengeluarkan pernyataan keras dengan mengutuk tindakan diskriminatif yang merugikan umat Muslim di India. Erdogan bahkan menyebut umat Islam dibantai di negara tersebut

Dari pejabat menteri kabinet Jokowi, baru Menteri Agama Fachrul Razi yang mengecam tindakan kekerasan di India. Fachrul berharap agar umat beragama di India tidak merusak nilai kemanusiaan. Ia bilang tak ada ajaran agama yang membenarkan praktik kekerasan.

"Tidak ada ajaran agama manapun yang membenarkan tindakan kekerasan, apapun motifnya. Memuliakan nilai kemanusiaan adalah esensi ajaran semua agama,” kata Fachrul di Jakarta, Jumat, 28 Februari 2020.

>
>