RUU Ketahanan Keluarga Jelas Jadi Pertarungan Politik

Gedung MPR, DPR dan DPD. (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • vivanews/Andry

VIVA – Wakil Ketua Badan Legialasi (Baleg) DPR, Willy Aditya, menyatakan bahwa lolos atau tidaknya suatu rancangan undang-undang tergantung situasi politik yang berkembang. Menurut Willy, RUU Ketahanan Keluarga yang belakangan menuai pro kontra, adalah murni inisiatif pribadi sejumlah anggota.

Berawal dari usulan lima anggota DPR, tapi nanti akan dibahas secara panjang dan menyeluruh guna memastikan rancangan itu bisa lanjut dibahas dan sampai diketok menjadi Undang-undang. 

"Apakah lanjut atau tidak itu nanti tergantung pertarungan politik di DPR. Kalau banyak yang menolak, tidak akan dibahas," kata Willy di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis 20 Februari 2020.

Willy menilai, proses terbentuknya undang- undang di parlemen bisa dibaca dari kekuatan politik. Bila klausul mendapat dukungan atau penolakan dari publik, sembilan fraksi yang saat ini ada di Senayan tentu punya pertimbangan masing-masing. Akan melanjutkan atau tidak.

Di sisi lain, dia memastikan, saat ini RUU Ketahanan Keluarga memang masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas. "Politik itu kan ruang pertarungan," katanya. 

Seperti diketahui, para pengusul RUU Ketahan Keluarga adalah lima anggota DPR dari lima fraksi. Mereka adalah Ledia Hanifia (PKS), Netty Prasetyani (PKS), Endang Maria Astuti (Golkar), Sodik Mujahid (Gerindra) dan Ali Taher (PAN).

Saat ini, usulan itu berada di meja Badan Legislatif sebelum nantinya dibahas lagi pada Panitia Kerja yang membahas RUU tersebut. Para pengusul diketahui merupakan anggota DPR Komisi VIII periode 2014-2019 yang membidangi agama, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

Sementara itu, Fraksi Partai Golkar merasa kecolongan dengan ulah anggotanya yang tidak melaporkan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga. Rancangan ini menjadi kontroversi lantaran persoalan rumah tangga diatur negara.

Ketua Kelompok Fraksi Badan Legislasi Partai Golkar Nurul Arifin mengatakan, anggota fraksi tidak memberikan laporan mengenai pembahasan RUU tersebut. Wakil Ketum Golkar ini menjelaskan, alasan dalam RUU itu bahwa untuk menjamin kehadiran negara dalam rangka mensejahterakan keluarga dianggapnya tidak masuk akal. Karena instrumen kesejahteraan keluarga sudah banyak. "Negara sudah memiliki banyak program, seperti PIP, PKH, BPJS, dan lain lain," katanya.

Nurul merasa, RUU ini ingin menyeragamkan cara mendidik keluarga. Padahal, setiap keluarga memiliki cara yang berbeda-beda dalam membangun keluarganya. "Unsur-unsur heterogenitas dinafikkan," katanya.

Terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga, Nurul menegaskan, aturan itu sudah ada dalam perundang-undangan yang lain. Tak perlu lagi diatur dalam RUU Ketahanan Keluarga.