Apa Istimewanya Kursi Pimpinan MPR?
- ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Dua partai besar memperebutkan kursi Ketua MPR, posisi yang dinilai pengamat bisa menentukan arah amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Partai Golkar mengusung mantan ketua DPR, Bambang Soesatyo, sementara Gerindra mencalonkan Ahmad Muzani.
Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, mengatakan pihaknya sudah mendapatkan komitmen dari beberapa partai lain di MPR, terutama partai-partai eks-anggota Koalisi Indonesia Kerja yang mendukung Presiden Joko Widodo dalam pemilu lalu.
"Dan sejauh ini komitmen itu sudah ditunjukkan secara terbuka untuk mendukung Pak Bambang Soesatyo sebagai ketua MPR-RI," kata Ace kepada BBC News Indonesia, Kamis (03/10).
Ace menambahkan, Golkar terus melakukan lobi kepada partai-partai yang belum menyatakan dukungan kepada Bambang, salah satunya Gerindra.
Berdasarkan revisi UU No 2/2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3, pimpinan MPR berjumlah delapan hingga sepuluh orang, yang terdiri dari sembilan perwakilan DPR dan satu perwakilan DPD.
Adapun ketua MPR dipilih melalui musyawarah untuk mufakat – beda dengan ketua DPR yang dijabat perwakilan partai pemenang pemilu. Jika musyawarah gagal mencapai mufakat, ketua akan dipilih melalui pemungutan suara.
Rapat gabungan pada Kamis (03/10) menetapkan sepuluh pimpinan MPR Masa Bakti 2019-2024. Mereka adalah Ahmad Basarah (PDI Perjuangan), Bambang Soesatyo (Partai Golkar), Ahmad Muzani (Partai Gerindra), Lestari Moerdijat (Partai Nasdem), Sjarifuddin Hasan (Partai Demokrat), Hidayat Nur Wahid (PKS), Zulkifli Hasan (PAN), Arsul Sani (PPP), dan Fadel Muhammad (DPD).
Nama Bambang Soesatyo dan Ahmad Muzani muncul sebagai calon kuat untuk ketua MPR yang diusung partai, sementara Fadel Muhammad dicalonkan oleh DPD.
Wakil Sekjen DPP Gerindra, Andre Rosiade mengatakan ingin Ahmad Muzani menduduki kursi ketua MPR sebagai perwakilan partai di luar koalisi pemerintah, mengingat jabatan ketua DPR telah ditempati oleh perwakilan PDI-P. "Ini jangan sampai the winner takes all," ujar Andre.
Ahmad Muzani juga digambarkan Andre sebagai sosok yang bisa diterima oleh seluruh fraksi partai di MPR dan memiliki rekam jejak yang "luar biasa".
Selain itu, Gerindra merasa berhak diberikan jabatan ketua MPR karena merupakan peraih suara terbanyak kedua pada Pemilihan Legislatif 2019.
"Rakyat itu memilih Gerindra lebih banyak daripada Golkar. Ya wajar dong kalau Gerindra bisa diberikan kesempatan menjadi ketua MPR," kata Andre kepada BBC News Indonesia.
Pengaruh politik
Pakar tata negara dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, menjelaskan bahwa ketua MPR merupakan posisi yang strategis karena lembaga tersebut berwewenang menetapkan undang-undang dasar.
Meskipun MPR bukan lagi lembaga negara tertinggi seperti di masa Orde Baru, lembaga tersebut masih memiliki pengaruh politik yang besar.
"Fungsi mengubah undang-undang dasar kan strategis sekali. Kembali atau tidak kembali ke UUD `45, misalnya. Atau perlu-tidak perlunya amandemen kelima, misalnya. Itu kan bisa dimainkan oleh pimpinan MPR," ujar Asep.
Apa saja wewenang MPR?
Peneliti senior di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Bivitri Susanti, mengatakan ketua MPR akan punya porsi yang cukup besar dalam menentukan agenda amandemen UUD 1945.
Agenda yang diusulkan PDI Perjuangan itu bertujuan antara lain mengembalikan kewenangan MPR untuk menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang menurut para pengkritik akan mengembalikan Indonesia ke era Orde Baru dan merusak sistem presidensial.
Meskipun kedua partai yang sedang memperebutkan jabatan tersebut, Golkar dan Gerindra, sudah menyatakan sepakat dengan rencana amandemen dalam forum-forum MPR pada periode yang lalu, tapi sebenarnya masih banyak perdebatan di internal mereka, menurut Bivitri.
"Dua-duanya sebenarnya belum terlalu firm, dalam arti mau lihat isi amandemennya seperti apa ... ia ingin mengarahkan lah, kalaupun ada amandemen, arahnya ke mana," imbuhnya.
Bivitri juga memandang perebutan kursi ketua MPR sebagai perebutan kekuatan politik karena lembaga tersebut dipersepsikan sebagai pengawas presiden.
"Makanya narasi yang dibangun oleh Gerindra adalah bagusnya mereka [yang menjadi ketua MPR] karena mereka bisa menjadi oposisi.
"Sebaliknya, bagi Golkar, dinarasikan juga bahwa justru seharusnya partai yang mendukung Pak Jokowi, karena dengan begitu pemerintahan akan lebih baik," ujarnya.