Akhiri Masa Jabatan, DPR Periode 2019-2014 Sahkan 91 RUU

Ketua DPR Bambang Soesatyo (kedua kiri)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Bambang Soesatyo mengatakan, DPR telah mengesahkan 91 RUU. Di antaranya, 36 Rancangan Undang-undang atau RUU Prolegnas dan 55 RUU Kumulatif Terbuka.

"Sampai tanggal 29 September 2019, DPR telah menyelesaikan 91 RUU, yang terdiri atas 36 RUU dari daftar Prolegnas 2015-2019, dan 55 RUU Kumulatif Terbuka," kata Bamsoet di kompleks parlemen, Jakarta, Senin 30 September 2019.

Ia menjelaskan, RUU Kumulatif Terbuka tersebut, terdiri dari pengesahan perjanjian internasional tertentu, akibat putusan Mahkamah Konstitusi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan penetapan/pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang. 

"Dewan berupaya semaksimal mungkin, untuk menyelesaikan pembahasan berbagai RUU, guna disetujui bersama pemerintah," kata Bamsoet.

Ia menyebutkan, antara lain, RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018; RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020; RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; RUU tentang Pekerja Sosial. 

RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD; RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).

Lalu, RUU lain yang sudah disahkan antara lain RUU tentang Sumber Daya Air; RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan; RUU tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan; RUU tentang Ekonomi Kreatif; RUU tentang Pesantren; RUU tentang Perkoperasian; dan RUU tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara.

"Namun demikian, terdapat sejumlah RUU Prioritas yang masih dalam Pembicaraan Tingkat I di Komisi dan Pansus yang belum dapat diselesaikan," ujarnya.

Antara lain, RUU tentang Pertanahan; RUU tentang Daerah Kepulauan; RUU tentang Kewirausahaan Nasional; RUU tentang Desain Industri; RUU tentang Bea Materai; RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual; RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol; RUU tentang Pertembakauan; dan RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan.

Ia berharap, sejumlah RUU yang tidak dapat diselesaikan tersebut dapat dibahas pada masa keanggotaan DPR periode mendatang, mengingat carry over legislasi sudah ada landasan hukumnya. Perubahan undang-undang soal carry over dilakukan berdasarkan pertimbangan efisiensi waktu dan biaya dalam rangka percepatan pembahasan sebuah rancangan undang-undang.

"Dewan menyadari bahwa pelaksanaan Prolegnas selama ini sulit mencapai target karena berbagai kendala, antara lain: pertama, penentuan target Prioritas Tahunan yang terlalu tinggi yang belum sepenuhnya mempertimbangkan kapasitas dan ketersediaan waktu legislasi," kata Bamsoet.

Ia melanjutkan, lemahnya parameter yang digunakan untuk menentukan RUU yang akan dimasukkan dalam Prolegnas; dan ketiga, penyelesaian pembahasan seringkali mengalami dead-lock untuk materi tertentu, karena adanya ketidaksepahaman atau ketidaksepakatan antara Pemerintah dan DPR maupun di internal Pemerintah sendiri. 

"Namun demikian, perbaikan terus kami lakukan, baik berkaitan dengan proses legislasi, struktur, maupun mekanismenya," ungkapnya.

Ia melanjutkan, di bidang anggaran, DPR dan Pemerintah telah menyelesaikan dua RUU pada Masa Persidangan ini.  Di antaranya, RUU tentang Pertanggungjawaban APBN Tahun Anggaran 2018 dan RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2020. 

"Dalam RUU APBN 2020, DPR dan Pemerintah telah menyepakati berbagai asumsi dasar ekonomi makro yang telah disesuaikan dengan perkembangan ekonomi terkini, baik domestik maupun global," ujar Bamsoet.

Ia menyebutkan, antara lain pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen, tingkat inflasi sebesar 3,1 persen, nilai tukar rupiah sebesar Rp14.400 per dolar AS, dan harga minyak mentah Indonesia sebesar 63 dolar AS per barel. 

Selain itu, DPR juga telah mendorong agar RUU APBN 2020 sebagai APBN pertama dalam RPJMN 2020-2024, mampu menjaga keberlanjutan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. 

"Dalam kurun lima tahun periode ini, DPR telah menyelesaikan 13 (tiga belas) RUU di bidang anggaran. Dalam setiap pembahasan bersama dengan Pemerintah, DPR terus berupaya dan berpedoman, agar setiap rupiah yang dianggarkan melalui APBN mampu mendorong terwujudnya masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur sebagaimana telah diamanahkan oleh UUD 1945," kata Bamsoet.