Rommy Salahkan OTT KPK Bikin Suara PPP Jeblok di Pileg 2019
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA – Mantan Ketum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), M Romahurmuziy alias Rommy membacakan nota keberatan atau eksepsi pribadinya terkait kasus jual beli jabatan di lingkungan Kemenag. Rommy menduga, penangkapannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bermuatan politis.
"Saya bukan penyelenggara negara, penyebutan pekerjaan saya Ketua Umum PPP membenarkan dugaan penangkapan saya dan dugaan motif politik yang dibungkus penegakan hukum. Terlebih penangkapan saya 15 Maret 2019 dilakukan hanya satu bulan sebelum Pemilu 2019," kata Rommy membacakan surat eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 23 September 2019.
Rommy menyebut, imbas dia terjaring operasi tangkap tangan atau OTT ini menurunkan suara PPP di Pemilu Legislatif atau Pileg 2019. Menurut Rommy, suara PPP anjlok satu juta suara dibandingkan dari Pemilu 2014 lalu.
"Penurunan lebih dari satu juta suara, Pileg 2014 PPP mengantungi 8,1 juta suara atau 6,53 persen dari suara sah nasional, kini pada Peleg 2019 cuma 6,3 juta atau 4,52 persen suara," jelas Rommy.
Dia membandingkan perolehan kursi PPP di DPR hasil Pileg 2019 yang hanya 19 kursi. Padahal, di Pileg 2014, PPP meraih 39 kursi.
"Penurunan suara ini diikuti anjloknya perolehan surat PPP di DPR, dari 39 kursi kini tinggal 19 kursi saja. Perolehan ini menjadikan PPP paling buncit dan nyaris tidak lolos ambang batas parlemen," kata Rommy.
Rommy menyesalkan langkah KPK yang meringkusnya satu bulan sebelum terselenggaranya Pileg 2019. Dia menuding, perkara hukum yang menjeratnya bermuatan politik yang dibungkus dengan aparat penegak hukum.
"PPP terjerembab di Pileg anda (KPK) paling bertanggung jawab, anda (KPK) boleh mengatakan hal ini penegakkan hukum, tapi hanya dilakukan sebulan sebelum Pileg maka itu jelas (politis) dibungkus penegakan hukum," imbuhnya. (sah)