Soal Revisi UU KUHP, YLBHI Sebut Bakal Banyak Orang Masuk Penjara
- VIVAnews/ Reza Fajri
VIVA – Presiden Joko Widodo telah meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RUU KUHP menjadi UU.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLKI), Asfinawati mengingatkan, RUU KUHP masih menyisakan persoalan, seperti pasal-pasal yang multitafsir.
"Sehingga, bisa menjadi persoalan. Dia membungkam kebebasan sipil, soal makar, penghinaan Presiden," kata Asfinawati dalam diskusi di Menteng, Jakarta, Sabtu 21 September 2019.
Asfinawati mengingatkan, RKHUP malah jadi menambah-nambah pidana pemenjaraan. Padahal saat ini, dibutuhkan bentuk pemidanaan baru, mengingat penjara atau lembaga pemasyarakatan banyak yang sudah penuh. "Bayangan saya, bakal banyak orang masuk penjara. Harapan penjara tidak penuh, tidak akan terjadi," ujarnya.
Dia mengakui, DPR mengeluhkan ada banyaknya tekanan dari berbagai pihak dalam pembahasan ini. Namun, DPR dinilai, seharusnya bisa membahas secara bebas dari kepentingan kelompok tertentu dan membahasnya secara terbuka. "Ada masa-masa DPR sangat akomodatif. Tapi di akhir-akhir ini, pembahasannya tertutup, di hotel mewah," kata Asfinawati.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta agar RKUHP dibahas lagi, karena masih ada pasal-pasal yang ditolak oleh berbagai pihak.
Jokowi juga meminta tidak disahkan oleh DPR periode sekarang 2014-2019, tetapi oleh dewan periode berikutnya, 2019-2024.
"Saya lihat materi yang ada, substansi yang ada, kurang lebih 14 pasal (yang perlu ditinjau ulang)," ujar Presiden Jokowi, dalam keterangan persnya di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat 20 September 2019. (asp)