Istana Beri Sinyal Kemungkinan Gerindra Bergabung ke Koalisi Jokowi
- VIVA/Agus Rahmat
VIVA – Pertemuan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, dengan Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, Rabu kemarin memantik isu baru: akan ada tambahan partai di dalam koalisi pendukung pemerintahan Presiden Terpilih Joko Widodo dan Wakil Presiden Terpilih KH Ma'ruf Amin.
Penambahan partai politik baru untuk masuk di dalam koalisi pendukung pemerintah itu pun ditanggapi positif oleh pihak Istana. Istana membuka pintu besar-besar akan hadirnya anggota baru koalisi.
"Bisa saja koalisi yang kemarin terbangun ada tambahan lagi, itu namanya plus. Ya gitu (peluang tambahan koalisi besar), begitu, bisa saja terjadi. Cuma plusnya berapa, kita lihat saja nanti," kata Kepala Staf Presiden yang juga Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, di Istana Negara, Jakarta, Kamis 25 Juli 2019.
Beberapa hari sebelumnya, empat partai berkumpul yakni Golkar, Nasdem, PPP dan PKB. Pertemuan itu tanpa kehadiran PDIP, sehingga menimbulkan spekulasi lain. Apalagi, secara terang-terangan keempat partai itu menilai koalisi sudah cukup, dan pimpinan MPR pun harus dari koalisi pendukung pemerintah.
Moeldoko menilai, sejauh ini koalisi dari partai-partai pendukung pemerintah masih terlihat solid. Meski solid, dia mengakui tetap tidak menutup kemungkinan akan tambahan partai baru untuk masuk. Dia meminta agar ditunggu perkembangan berikutnya.
"Makanya sampai saat ini kita masih meyakini penuh bahwa koalisi yang terbangun cukup baik bahkan koalisi itu bisa plus-plus kan begitu. Jadi bukan hanya hotel saja yang plus plus, koalisi plus plus bisa kan," kata mantan Panglima TNI itu.
Adanya perbedaan pandangan, apakah koalisi lebih baik ditambah atau tidak perlu menimbulkan spekulasi bahwa partai-partai di koalisi mulai terpecah. Moeldoko menilai, dalam politik Indonesia memang susah untuk membangun koalisi yang permanen.
Apalagi partai politik memiliki visi masing-masing. Maka perbedaan-perbedaan sikap di tengah jalan, memungkinkan terjadi.
"Pernah kita waktu di Lemhanas mencoba memikirkan mungkinkah terjadi koalisi permanen, di Lemhanas sudah kita kaji. Ternyata politik ya begitulah, maksudnya tidak ada sesuatu yang permanen. Semuanya sangat dinamis dan selalu mencari keseimbangan baru, rumus politik sudah seperti itu," katanya. (ren)