Yorris Raweyai: Kalau Mencalonkan Ketum Dua Kali, Melanggar Tradisi

Ilustrasi kampanye golkar
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Kornelis Kaha

VIVA – Internal Golkar dilanda wacana percepatan Musyawarah Nasional atau Munas untuk pergantian ketua umum. Menurut Wakil Ketua Badan Kajian Strategis dan Intelijen DPP Golkar Yorris Raweyai, dinamika tersebut adalah hal biasa.

Yorris menekankan Golkar memiliki sejarahnya dengan pernah mengalami dinamika perseteruan di internai partai. Namun, dengan itu membuat Golkar menjadi salah satu partai berpengalaman di perpolitikan nasional saat ini.

"Hasil dari waktu ke waktu, semua tokoh mengalami hal yang sama. Saya kebetulan ikut berproses pada Munas di Riau saat Pak Aburizal bersama Pak Suryapaloh yang waktu itu berseberangan," kata Yorris dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 22 Juni 2019.

Melihat kondisi di internal Golkar yang penuh dinamika, Yorris mengaku tergerak untuk memiliki tanggung jawab dalam menjaga budaya demokratis di tubuh Golkar.

"Jadi saya punya prinsip bahwa saya ada di kancah politik, saya ada karena Golkar. Legacy yang ingin saya tinggalkan adalah bagaimana menjaga dan merawat Golkar ke depan. Saya sudah tidak lagi berambisi apapun selain untuk membangun soliditas internal kita," ujarnya.

Yorris menegaskan, di internal Golkar itu tidak ada ketua umum yang bisa dua kali berturut-turut memegang tampuk kepemimpinan karena derasnya arus regenerasi di tubuh partai. Bila ada yang mencalonkan dua kali berarti itu melanggar tradisi.

"Golkar dalam kapasitasnya sebagai parpol yang membuka diri sampai stakeholder atau pemilih di basis, menunjukkan bahwa kalau ada yang mau mencalonkan diri dua kali, itu berarti melanggar tradisi," jelas Yorris.

Maka itu, dengan memperhatikan beberapa kondisi yang ada di internal Golkar saat ini, Yorris pun mengkritisi masih terdapat sejumlah hal yang harus dibenahi. Salah satunya terkait status dan pengaruh kepemimpinan mantan ketua umum Partai Golkar, Setya Novanto.

Dia pun mencontohkan bahwa sejak Setya Novanto tersangkut kasus korupsi, sampai saat ini belum ada keputusan tegas dan resmi dari Partai Golkar mengenai pemecatannya sebagai kader.

"Saya susah bilang, dalam kasus Pak Novanto bahwa ini akan membebani langkah Golkar ke depan. Ini kan kita harus tampil lagi sebagai partai yang berbeda dan rezim ini (pengaruh pemimpin lama di Golkar) harus hilang," kata Yorris. (mus)