Yusril Anggap Polemik Status Ma'ruf Amin Bukan Ranah MK
- VIVA,co.id/Eduward Ambarita
VIVA – Ketua Tim Hukum Pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendara mengatakan, pihaknya ingin fokus menanggapi tuntutan dalam menghadapi perselisihan gugatan hasil Pilpres 2019.
Menurut Yusril, status calon wakil presiden Ma'ruf yang belakangan dipersoalkan di salah satu anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak tepat, jika dibahas dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau menyangkut persoalan calon, itu sudah kewenangan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) untuk memutuskan. Misalnya, sudah ditetapkan paslon dua-duanya yang ditetapkan memenuhi syarat. Jadi, itu disampaikan ke Bawaslu. Kalau masih tidak puas, sampaikan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)," kata Yusril sebelum sidang di MK, Jakarta, Kamis 14 Juni 2019.
Yusril menegaskan, wewenang dan tugas pokok lembaga yang dipimpin Anwar Usman itu hanya menghadili perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
"Semua itu sudah ada wilayahnya, ini MK. Nanti, kewenangannya mengadili PHPU," ujar Yusril.
Tuduhan mengenai kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif, menurut Yusril, pihaknya pun siap menjawab.
Saat menjawab pertanyaan mengenai gugatan yang dilayangkan kubu Prabowo soal pengerahan Aparatur Sipil Negara (ASN), Yusril menilai, belum ada bukti kuat.
"Dia mengerahkan siapa? Gubernur atau bupati itu dipilih rakyat dan dia bukan bawahan langsung Presiden. Jadi, ASN yang mana dan perangkat kerja Presiden itu terbatas," kata dia.
Baca: MK Diminta Diskualifikasi Ma'ruf, Refly Harun Soroti Tiga Poin Penting
Terkait ini, tim hukum Prabowo-Sandi mengajukan lewat gugatan permohonan perbaikan yang diajukan ke MK pada Senin lalu, 10 Juni 2019. Salah satu poin yang dipersoalkan dan ditambahkan terkait jabatan Ma'ruf sebagai Dewan Pengawas Syariah di Bank Mandiri Syariah dan BNI Syariah.
Ma'ruf semestinya sejak resmi ditetapkan sebagai cawapres mengundurkan diri dari dua bank tersebut. Dengan tak mundur, maka menurut tim Prabowo bahwa ketua non aktif Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu dinilai melanggar aturan dan bersama Jokowi bisa didiskualifikasi. Pelanggaran ini merujuk Pasal 227 huruf p UU Pemilu. (asp)