Wiranto: Ada yang Katakan Kembali ke Orde Baru, Bukan!
- ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
VIVA – Pemerintah melalui Menko Polhukam Wiranto akan membentuk tim hukum nasional untuk mengkaji tindakan atau ucapan dari tokoh-tokoh tertentu yang dianggap melanggar hukum. Wiranto membantah pembentukan tim ini menggantikan lembaga hukum yang ada.
"Ini bukan badan hukum nasional mengganti lembaga hukum yang lain. Tapi merupakan satu tim perbantuan para pakar hukum untuk membantu Kemenko Polhukam," kata Wiranto dalam siaran pers resmi Kemenko Polhukam, Rabu 8 Mei 2019.
Menurut dia, tim ini akan meneliti, mencerna dan mendefinisikan kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum. Dia menyebut tim ini akan memberikan rekomendasi bila ada upaya pelanggaran hukum maka akan ditindak.
"Kalau mereka mengatakan melanggar hukum, oke kita bertindak, kita kompromikan. Kalau kita langsung tindak, tindak, tindak, nanti dituduh lagi kalau pemerintahan Jokowi diktator, kembali Orde Baru," ujar Wiranto.
Wiranto menjelaskan semua ini dilakukan untuk agar masyarakat tenang, damai, pada saat bulan suci Ramadan. Khususnya dalam kondisi usai pencoblosan pemilihan umum.
"Ada yang mengatakan Pak Wiranto kembali ke Orde Baru, bukan. Makanya saya katakan jelas dulu permasalahannya baru komentar," ujar mantan Panglima ABRI ini.
Baca: Membungkam Suara Rakyat
Kemudian, ia juga menyoroti media sosial. Dia menyebut dari puluhan juta akun sudah ada sekiranya 700 ribu akun yang di-take down atau dihentikan oleh Kemenko Polhukam karena mengandung ujaran kebencian.
"Inilah yang kemudian saya katakan pemerintah tidak akan segan-segan menutup itu, men-take down dan sudah kita laksanakan," katanya.
Rencana pembentukan tim hukum nasional oleh pemerintah menjadi kontroversi. Kebijakan yang disampaikan Menko Polhukam Wiranto itu menuai kritikan dari berbagai pihak terutama oposisi. Rencana ini dinilai membatasi kebebasan berpendapat. Selain itu, rencana pembentukan tim ini juga dianggap tak tepat karena dinamika politik saat ini sedang panas menunggu hasil penghitungan Pilpres 2019.
Baca: Tim Pengkaji Ucapan Tokoh Bisa Dibentuk tapi Sebagai Second Opinion