AHY: Beda Pilihan di Pilpres Sampai Keluar Grup Whatsapp
- VIVA / Edwin Firdaus
VIVA - Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono mengungkapkan kondisi di tengah masyarakat yang semakin memprihatinkan karena perbedaan pandangan politik dalam pilpres. Banyak rakyat sampai bersikap fanatik yang berlebihan.
AHY menyampaikan saat ini, masyarakat di Indonesia banyak yang tergabung dalam grup-grup Whastapp baik grup yang ada bosnya, maupun grup yang tidak ada bosnya. Tujuannya baik yaitu untuk berkomunikasi.
"Sayangnya karena perbedaan pandangan pilihan politik sering berdebat kusir, membela pilihan masing-masing secara subjektif dan membabi buta," kata AHY dalam pidato politiknya, Jumat, 1 Maret 2019.
AHY menyebut masyarakat tidak lagi bicara secara jujur. Dan tanpa sadar membaca atau bahkan ikut menyebarkan berita hoax karena tidak ada sikap objektif.
"Padahal menyebar hoax bisa berakibat hukum, tanpa sadar kita telah mencelakan diri kita sendiri. Lebih parah lagi, karena perbedaan ini, kita keluar, left grup karena jengkel, marah. Di luar akal sehat, bahkan ada anggota di-remove admin karena dinilai makar, mengganggu stabilitas politik di grup itu," lanjut AHY.
AHY melihat kondisi politik saat ini memang sudah begitu parah. Penggunaan warna, simbol jari pun langsung dihubungkan dengan persoalan dukung mendukung capres-cawapres tertentu.
"Ketika berfoto, bahkan kalangan perwira, turut jadi korban hoax, foto bersama (lalu berpose dengan simbol jari tertentu), dianggap dukungan ke paslon tertentu. Punumpang taksi online diturunkan hanya karena menggunakan kaos yang berbeda dengan pengemudinya, makam terpaksa dibongkar karena jenazah dipindahkan karena pemilik tanah pemakaman dan almarhum berbeda pilihan politiknya," kata AHY.
Putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono itu menambahkan, kehidupan politik dan demokrasi yang terus membaik setelah krisis 98, kini malah mundur kembali. Dia mengklaim pada saat Demokrat ada di pemerintahan, menjadi the rulling party, demokrasi dan pemilu di Indonesia semakin matang dan berkualtas.
"Kita ingat, waktu itu stabilitas politik terjaga dengan baik. Kalau ada riak-riak, bagian dari demokrasi. Tidak muncul perbedaan yang berlebihan apalagi SARA. Masalah tidak dibawa ke personal, kalau pun ada jumlahnya kecil, kita yakin rakyat sudah lelah," katanya.
Bahkan, karena lelahnya itu, AHY mengatakan sosok capres alternatif yang bersifat guyonan pun muncul yaitu Nurhadi Aldo. Menurutnya, fenomena itu merupakan bukti adanya kejenuhan masyarakat terhadap demokrasi saat ini. (mus)