Kritik Keras Fahri Hamzah, KPU Seperti Takut Bicara
VIVA – Penggagas Gerakan Arah Baru Indonesia atau Garbi, Fahri Hamzah, mengeluarkan kritik keras terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dianggap banyak masalah selama ini. Kritik Fahri disampaikan dalam program Indonesia Lawyers Club bertema ‘Menguji Netralitas KPU’ di tvOne pada Selasa malam, 8 Januari 2019.
Menurut Fahri, rapat-rapat dan pertemuan persiapan debat kandidat presiden-wakil presiden diriuhi terlalu banyaknya improvisasi oleh pihak-pihak tertentu. Bahkan, tendensi cenderung masuk sehingga satu sisi mereduksi konsep demokrasi dan kedaulatan rakyat, dan di sisi lain tidak menggambarkan substansi debat.
"Jangan kemudian dianggap undang-undang tidak ada sehingga semua negotiable, ini yang membuat KPU jadi tidak netral. Dan ada kepentingan pencitraan di tengah jalan," katanya.
Menurut Fahri, ini terjadi karena KPU sendiri tidak mengerti membela diri. Padahal sudah ada sistem penyelenggaraan pemilu yang sangat baik. Keberadaan Bawaslu dan DKPP jelas untuk menjaga agar KPU netral, tidak tergelincir. “Ini sudah ada, jadi tidak usah khawatir," katanya.
Tapi dikritik Fahri, bahwa KPU saat ini kecenderungan tidak punya konsep dan tidak memahami apa maksud dari undang-undang penyelenggaraan pemilu itu. KPU saat ini seperti tidak memiliki sikap, banyak kontroversi yang terjadi tidak dijawab. Tapi begitu ada kontroversi 7 kontainer surat suara, tiba-tiba tampil seperti jagoan.
"Mengajak petahana seolah-olah untuk mengeroyok tim sebelah. Ini yang kemudian dilihat orang tidak netral. Kalau KPU stik saja, dengan tugas rutin KPU. Dan saya kira presroomnya KPU tahun ini paling sepi tuh. Dulu paling ramai, wartawan paling banyak di sana. Sekarang kurang ramai," katanya.
Selain itu, KPU selama ini dikritik seperti tidak memiliki keasyikan untuk berbicara. Bicara untuk meyakinkan rakyat. KPU harus berani bersikap berdasarkan dasar hukum yang ada. Bila ada keraguan soal DPT jelaskan, ada keraguan tentang kotak suara yang bisa hancur juga jelaskan, sampai masyarakat puas.
"Jangan kemudian ini ada upaya untuk menghancurkan wibawa penyelenggara pemilu, itu Anda jawab. Anda dipilih sebagai jagoan-jagoan untuk menjelaskan ini. Jadi jangan baper begitu, jawab saja, kan Anda digaji untuk itu. Jadi sistem bekerja," katanya.
Menurut Fahri, masyarakat ini ingin tahu soal debat kandidat. Tapi apa yang kita lihat saat ini belum maksimal membongkar siapa kandidat ini. Dan kandidat ini juga tidak dihadirkan secara 'telanjang' di depan masyarakat. Padahal ada hak rakyat untuk tahu siapa pemimpinnya. Rakyat harus bersaksi di atas kertas suara kepada tuhannya kenapa dia memilih pemimpin ini.
"Dan bertanggung jawab kalau orang Islam dunia akhirat, itu saya harus tahu siapa dia," katanya.
Ditambahkan Fahri, ini yang harusnya dibongkar, hak rakyat untuk tahu. Jangan kemudian berdebat saja soal teknis. Padahal tahun ini sebetulnya ada waktu panjang. Kalau biasa tinjunya 12 ronde, tahun ini justru 30 ronde.
"Sekarang hampir 8 bulan kita dikasih. Tapi 5 bulan itu kosong permainan. Dan seperti tidak ada regulasinya. Akhirnya orang mengadu macam-macam, ada yang mau mengadu baca Alquaran, ada yang mau mengadu siapa yang lebih gagah, lebih lebar dadanya, siapa yang suka ke fitnes, menjadi kaya begitu," katanya.
Fahri merasa lima bulan penyelenggaraan pemilu seperti diabaikan. Padahal delapan bulan itu sebuah pertunjukan bagi rakyat. Kebahagian rakyat, pesta rakyat untuk menyambut datangnya pemimpin baru.
"Itu yang ingin kita lihat, mana pemimpin yang jago yang bisa berdebat, yang bisa menceritakan apa masa depan Indonesia lima tahun kedepan, yang bisa menjelaskan pada kita arsitektur Indonesia," ujarnya.
Ini tentu dalam semua bidang, baik ekonomi, sosial, politik, budaya, ideologi dan sebagainya. Dan pelaksanaan debat dianggap sedikit sekali.
"Dan akhirnya mau langsung dibikin debat dengan soal yang dibocorkan. Saya tahu visi misi pasti sudah disusun oleh konsultan. Saya download visi misinya itu, dan hampir sama. Saya punya banyak kritik sebenarnya. Nanti juga akhirnya dibocorkan, jawabannya pakai konsultan lagi. Nanti dia cuma tampil 80 menit, mungkin dia bawa kerpean (contekan) kita enggak tahu lah. Tapi yang jelas dia terbatas ada di situ, dan intinya kita enggak tahu siapa orang ini," katanya.
Lalu kemudian akan bisa disimpulkan apakah pemimpin yang terpilih tahun mengenai tugasnya pada hari pertama, sebulan pertama dan apa yang akan diperbuat bagi bangsa ini.
"Sehingga kita kaya orang bego semua, nonton pertunjukan bego. Itu yang harus dijawab," katanya.
Fahri merasa banyak keluhan terhadap sistem ini. KPU kadang-kadang menambah regulasi sendiri, ada yang ada dalam undang-undang dikeluarkan, ada yang tidak ada dalam undang-undang ditambahkan. Fahri memberi contoh soal pembatasan kandidat yang dibuat oleh KPU.
"Jawaban KPU apa, kami sudah mengundang ahli-ahli, dan ahli-ahli setuju, ini dalam rangka mengikuti hawa dalam pemberantasan korupsi. Anda ini siapa, Anda tidak boleh jadi pembuat undang-undang, meskipun Anda bisa panggil pakar ke situ, orang paling pintar, Anda tetap bukan pembuat undang-undang. KPU banyak masalah selama ini," katanya.
Lihat lebih lengkap kritik Fahri Hamzah dalam program ILC dalam video ini.