Fahri Hamzah Sebut Penyerang Prabowo Frustasi Berat

calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto
calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah menyebut para penyerang calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019 ini frustasi berat. Menurutnya, sebagai timses pasangan Prabowo-Hatta Rajasa dalam Pilpres 2014 lalu, ia menilai kepada Prabowo pada Pilpres 2019 ini belum ada yang telak.

"Sudah mau masuk 2019, saya mengamati sebagai Tim Sukses Prabowo-Hatta di Pilpres 2014, serangan kubu kepada Prabowo belum ada yang telak. Semua masih pakai peluru lama," kata Fahri dalam catatan akhir tahun tentang Prabowo, Sabtu, 29 Desember 2018.

Ia pun menduga, serangan kepada Prabowo belum ada yang telak lantaran Prabowo memang sulit dicari kelemahannya. Bahkan, ia menuturkan, para penyerangan memakai peluru dan senjata yang sama dalam menyerang Prabowo.

"Orang-orang yang menembak Prabowo dari samping ini gak kunjung nambah. Dia-dia lagi. Serangan semuanya seputar gaya dan cara. Kesimpulan; mereka (penyerang) melihat Prabowo tidak bisa diatur (baca: dijadikan boneka)," katanya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, susah bertemu karakter orang seperti Prabowo yang suka tos-tosan dan berpikir secara rasional serta cerdas. Bahkan, ia menyebut Prabowo layaknya Presiden ketiga Indonesia, Habibie.

"Orang rasional yang biasanya tidak punya masalah dengan kelompok politik Islam," katanya.

Para kelompok penyerang ini, kata Fahri, ada diujung zaman orde baru. Pada saat itu, para penyerang ini meminta Habibie tak maju kembali menjadi Presiden Indonesia. Padahal, kata Fahri, Habibie tak mempunyai salah apapun.

Tanpa Habibie, lanjut Fahri, transisi Indonesia dari zaman orde baru ke zaman reformasu tak seperti saat ini. Dalam waktu yang sangat pendek yaitu  satu tahun tujuh bulan, dan di tengah desakan mundur oleh kelompok penyerang ini, Habibie melakukan penyelamatan ekonomi dan penyelenggaraan pemilu yang paling jujur dan adil yang diakui dunia.

"Tapi, beliau memang seperti aneh; terlalu rasional, blak-blakan, dan seolah emosional. Gaya dan cara inilah yang dikembangkan seolah beliau orang bahaya. Habibie tidak saja digambarkan sebagai penerus Soeharto tetapi juga dianggap akan memperpanjang umur Orde Baru," ucapnya.

Sama dengan cara melihat Habibie, kelompok penyerang ini tidak kuat melihat gaya dan cara Prabowo. Apalagi karena Prabowo itu seorang mantan tentara. Maka, pidatonya diolok-olok sebagai pidato seorang tiran yang akan membelenggu Indonesia dan menghilangkan kebebasan.

Menurutnya, gaya Prabowo seperti itu memang sudah ia kenal sejak ia mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Prabowo, kata Fahri, adalah tentara yang berlatar keluarga intelektual. Lahir sebagai anak orang yang sejak awal memikirkan bangsa dan negara. Sejak kuliah ia sudah menjadi perhatian aktivis mahasiswa.

"Jangan kita bandingkan Prabowo dengan para jenderal di sekitar Soeharto sebab ia berbeda. Orang mungkin tidak percaya bahwa orang ini merdeka sejak awal. Sebagai jenderal tentu harus merdeka. Dan ia membaca situasi secara mendalam. Ia punya masukan yang berbeda," ucapnya.

Lebih lanjut, Fahri menuturkan, Prabowo bukanlah seorang penjilat dan hal itu merupakan 'dosa' Prabowo karena kelakuannya yang terlampau merdeka. Maka, justru ketika Orde Baru berakhir, Prabowo mengambil semua resiko dari perbedaan yang ada.

"Saya melihat dari dekat bagaimana ia diadu domba dengan BJ Habibie, Presiden ketika itu," ujarnya.

Antara Prabowo dan Habibie, Fahri menuturkan bahwa kedua adalah orang yang terlalu rasional dan membaca tabiat para elite yang suka 'menjilat'.

Hal ini yang ditakutkan kelompok para penyerang. Jika Prabowo memimpin Indonesia, maka ia menilai orang pintar dan orang berprestasi akan mendapatkan tempat. Namun, elit yang hanya menjilat dan basa basi akan dapat posisi yang sulit. Lobi-lobi gelap tak dapat porsi sebab Prabowo tidak gampang diyakinkan kalau tidak benar.

Dengan ditunjuknya Sandiaga mendampingi Prabowo di Pilpres 2019, membuat para penyerang Prabowo lebih frustasi berat. Hal ini lantaran Sandiaga bukan merupakan tokoh agama yang bisa diserang menggunakan isu agama.

"Biasanya mereka (para penyerang) menyerang pakai agama, keduanya bukan ustaz atau kiai. Tapi keduanya tidak bisa diadu dengan masyarakat. Terutama umat Islam," ujarnya.

Tadinya, lanjut Fahri, para penyerang berharap Prabowo akan memilih seseorang yang dapat mereka tuduh radikal dan fundamentalis Islam biar lengkap untung 'diserang'. Jadilah sebuah paket “kaum radikal yang akan mendirikan negara Islam yang mengancam masa depan NKRI”. Itu rencana tuduhannya.

Jalan Demokrasi

Sekarang, para penyerang masih saja ingin menggambarkan bahwa kalau Prabowo berkuasa, seolah konstitusi kita akan berubah, seolah nanti yang memimpin negara ini hanya satu orang saja. Seolah negara akan kembali dalam zaman purbakala. "Mereka (para penyerang) menjual ketakutan," katanya.

Kepada para penyerang, Fahri mengabarkan bahwa Prabowo telah mengambil jalan demokrasi dengan mendirikan partai politik Gerindra. Sejak awal Prabowo sadar partai politik adalah masa depan negeri ini, sehingga di partai Prabowo berjuang hingga partai yang didirikan menjadi terbesar ketiga , yang dalam survei sekarang menuju nomor 2 atau 1. Hal Itu tidak gampang.

"Menghembuskan keraguan seolah Prabowo akan menarik sejarah ke belakang hanya oleh orang yang sedang menariknya ke belakang. Intelektual seperti beliau sanggup memahami ide-ide rumit dalam demokrasi. Pemimpin bodoh memang kesulitan," katanya.

Hal itulah, sebut Fahri, yang sekarang secara kontradiktif dipamerkan. Di satu sisi, para penyerang Prabowo menyerang keislaman Prabowo, tetapi di sisi lain mereka marah dengan kedekatan kelompok Islam dengan Prabowo.

Sejak orde baru tidak ada yang berubah dari Prabowo. Satu pertanyaan yang sering ditanya Prabowo kepadanya adalah, "Apa ada yang beda yang saya perjuangkan sejak kamu mahasiswa Fahri?" Memang tidak ada. Karena Prabowo ingin fair saja.

Sejak orde baru, Prabowo melihat kenapa ada kelompok yang mau menjauhkan Presiden Soeharto dari kelompok Islam? Lalu ketika Soeharto memilih Habibie sebagai wakil, dimulailah pergolakan. Itulah menurutnya, sisi sejarah yang hanya sedikit orang yang tahu.

"Itulah posisi Prabowo sejak awal. Dia tidak lahir dari keluarga santri tetapi anda tidak harus menjadi ustaz atau kiai untuk berlaku adil kepada orang Islam di negeri ini. Mungkin itu yang membuat dia pukul meja kalau ada yang mempersoalkan keislamannya," katanya.

Prabowo memang bukan seorang muslim santri, tapi jangan tanya posisi politiknya sejak dulu sampai sekarang. Ia tidak punya jarak psikologis untuk bertemu dengan kelompok Islam manapun, yang keras atau yang lunak. Ia tak punya beban hadir di alumni 212 dan lainnya.

Dengan hal tersebut, Fahri menuturkan, tipikal pemimpin seperti Prabowo yang diperlukan Indonesia. Menurut Fahri, Prabowo hanya punya masalah dengan pengkhianat. Namun Prabowo tak anti berbeda pendapat.

"Saya sering memotong pembicaraan Prabowo dan berdebat keras. Kalau kita benar dia mengakui. Dia berterimakasih," ucapnya.

Ia pun mempermasalahkan jika orang mempertanyakan gaya Prabowo. Padahal, Indonesia lahir dengan perdebatan keras. Bahkan, Presiden Indonesia pertama Soekarno merupakan orang yang keras kepala.

"Inilah sekilas pribadi dan gaya Prabowo yang sekarang kembali menjadi Capres 2019 melawan orang yang sama yang telah kita beri waktu lima tahun lamanya. Silahkan menentukan pilihan. Kalau menyerang pakailah ilmu yang lebih dalam. Selamat mencoba," ujar Fahri mengakhiri tulisannya.