Oesman Sapta dan KPU Saling Ancam

Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta Odang
Sumber :

VIVA – Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Oedang minta KPU tetap menjalankan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung (MA) mengenai persoalan dirinya yang belum juga dimasukan ke daftar calon tetap (DCT) caleg Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah pemilihan Kalimantan Barat.

Hal itu disampaikan Oesman Sapta usai sidang dengan agenda mendengarkan pelapor di Bawaslu RI, Jumat, 28 Desember 2018.

Menurut Oso, demikian Oesman Sapta karib dipanggil, ia telah menjelaskan fakta-fakta huum yang sudah dilaluinya selama proses di PTUN dan MA kepada Bawaslu di dalam persidangan hari ini. Oso pun berdalih menghormati MK, tetapi mengklaim putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/ 2018 tidak berlaku surut.

Diketahui, dalam putusan MK itu menegaskan mengenai pelarangan pengurus parpol mendaftar diri sebagai calon anggota DPD RI. Sementara di PTUN dan MA sebelumnya, Oso sudah menang atas kebijakan yang dikeluarkan KPU.

"Saya sudah sampaikan sesuai fakta-fakta hukum selama ini terjadi dan tidak menambah tidak mengurangi, kami menghormati langkah-langkah hukum dan saya tegaskan kami menerima keputusan MK. Tapi UU kan mengatakan bahwa MK tak berlaku surut. Itu saja. Jadi UU MK kami tak menolak. MA pun terima putusan MK. Pemberlakuannya yang kami tidak terima, pemberlakuannya tidak berlaku surut, dan yang berhak memutuskan adalah MA tentang hal ini," kata Oso kepada awak media di kantor Bawaslu, Jakart Pusat.  

Karenanya, Oso berharap KPU RI menjalani lebih dulu putusan dua lembaga peradilan itu dengan langsung memasukan dirinya ke dalam DCT DPD RI dari Kalbar.

"Jadi putusan TUN kami sudah menang. MA juga sudah perintahkan. Bawaslu juga sudah perintahkan pada KPU untuk melaksanakan keputusan TUN itu. Ya begitu. Jadi harapannya agar kembali lah ke jalan yang benar lah," kata Wakil Ketua MPR itu.

Oso menegaskan adanya sanksi pidana apabila KPU tetap tak mengakomodir putusan PTUN, dan Ketua DPD itupun mengultimatum KPU supaya tak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan apabila terus-terusan "menjegal dirinya".

"Kalau tak dijalani dia (KPU) melanggar hukum. Langkah selanjutnya, saya tidak tahu ya, saya juga kan punya lingkungan, punya konstituen. Jangan sampai ada hal-hal di luar keinginan kita," tekan Oso.

Yang jelas, imbuh Oso, ia meminta KPU tidak 'main mata' dengan siapapun, apalagi sampai mengorbankan dirinya. "Kan KPU itu milik semua orang. Tidak boleh digunakan oleh siapapun. Apalagi dalam kepentingan-kepentingan lain," kata Oso.

Ditemui di lokasi yang sama, Pengacara Oso, Dodi Abdul Kadir menambahkan bahwa intinya sejak awal KPU tidak pernah komunikasi dengan kliennya terkait pencalonan DPD RI. Itulah yang disampaikan Oso kepada Bawaslu RI tadi. Selain itu juga tersirat adanya ancaman dari KPU RI kepada Oso ihwal statusnya sebagai Ketua Umum Partai Hanura.

"Nah yang diketahui oleh Oesman Sapta adalah KPU memerintahkan Ketum Partai Hanura untuk mundur, dan di sana ada kata-kata yang dirasakan Pak Oesman Sapta ada ancaman kepada Ketum Partai Hanura," ujarnya.

"Apabila Ketua Umum Partai Hanura tidak mundur maka Oesman Sapta tidak akan dimasukan dalam DCT. Jadi ini yang dirasa aneh oleh Oesman Sapta, kenapa KPU tidak pernah berkomunikasi kepada dia sebagai calon DPD tapi bahkan mengirim suratnya pun itu ke DPP Partai Hanura, padahal ada alamat Oesman Sapta sebagai calon DPD ada alamat resminya. Itu yang dikonfirmasi oleh Bawaslu tadi," sambung dia.

Dikonfirmasi alasan Oso masih ngotot untuk sebagai caleg DPD, padahal statusnya sebagai Ketum Partai yang cukup berat menghadapi Pemilu serentak 2019, Dodi berkelit itu bukan subtansinya. Menurut dia, yang diperjuangkan oleh Oso saat ini adalah legitimasi pemilu.

"Karena apa? Apabila anggota DPD ini cacat hukum karena proses pencalonannya melanggar hukum maka akan pengaruhi hasil pemilu secara keseluruhan. Kan seperti kita ketahui, bahwa anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD. Jadi bisa dibayangkan apabila anggota DPD ini tidak memiliki legitimasi hukum, maka akan menghasilkan MPR yang cacat hukum. Lalu gimana MPR yang cacat hukum ini bisa lantik Presiden, ini masalah yang akan di-clearkan," kata Dodi.

Sedangkan Komisoner KPU RI, Hasyim Asyari menolak berkomentar soal upaya-upaya Oso untuk tetap masuk DCT pada pemilihan DPD, walaupun statusnya saat ini sebagai pengurus parpol. Hasyim menegaskan, secara resmi pihaknya akan menerangkan semua argumentasi terlapor pada persidangan selanjutnya.  
 
"Nanti jawabannya dalam sidang Bawaslu di tanggal 2 Januari (2019). Nanti argumentasinya seperti apa nanti akan kami (KPU) dibacakan," kata Hasyim.