Kualitas Wakil Rakyat Rendah karena Pileg seperti Pasar Bebas
- VIVAnews/Tri Saputro
VIVA – Sistem penjaringan kader partai politik untuk bisa menjadi wakil rakyat harus diperketat. Tujuannya, agar kualitas kader partai yang diusung sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat bisa lebih berkualitas.
Pengamat politik sekaligus Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, mengatakan sistem penjaringan calon legislatif saat ini seperti pasar bebas, sehingga pantas banyak anggota DPR malas ikut rapat. Kondisi ini menurutnya harus diubah agar kualitas anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD bisa lebih baik.
"Bagaimana cara kita mendapatkan anggota legislatif yang memiliki passion atau merasa terpanggil sebagai legislator kalau mekanisme pencalonan legislasi ini semacam pasar bebas. Enggak masuk akal," kata Haris dalam diskusi bertajuk 'Mengapa Anggota DPR Malas?' di Jakarta, Sabtu, 24 November 2018.
Ia bahkan membandingkan, proses penjaringan pegawai negeri sipil (PNS) dan DPR yang sangat berbeda. Untuk bisa menjadi PNS, seseorang harus melalui berbagai tes yang cukup sulit.
"Kalau untuk jadi legislator enggak ada standar tesnya. Bagi saya ini tidak masuk akal. Apalagi, untuk menjadi legislator itu di pundak masing-masing itu ada mandat politik yang tidak semua orang bisa melakukan itu. Jadi mestinya terbatas tidak berlaku sebagaimana pasar bebas," katanya.
Wakil Ketua Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti, menambahkan meski lima tahun sekali penyelenggaraan pemilu, namun sistem partai politiknya tidak berubah-ubah. Inilah menurutnya yang menjadikan kader partai politik tidak bisa dijaring dengan baik.
"Karena dari tahun 1999 ketika kita membuka keran untuk partai politik dari tiga menjadi 48 pada tahun itu. Tapi secara substansi, partai politik itu tidak pernah dibentuk supaya lebih demokratis," kata dia.
Untuk itu, ia menyimpulkan bahwa yang perlu diperbaiki bukan hanya sistem pemilunya. Melainkan, di internal partai politik harus dibenahi sejak dari proses rekrutmen.
"Karena di internal partai itu, untuk bisa masuk ke surat suara itu, yang dilihat bukan secara internal manage sistem. Tapi, karena ada kedekatan dengan elite politik atau kemampuan dia untuk mengumpulkan suara dan lain sebagainya. Bahkan di 2019 ini banyak seperti selebritas yang direkrut oleh partai tertentu," katanya. (ase)