PolMark: Jaringan Majelis Taklim Lebih Besar dari NU dan Muhammadiyah

Eep Syaefullah Fatah, Direktur Eksekutif Polmark.
Sumber :
  • VIVA/Ridho Permana

VIVA – CEO PolMark Indonesia Eep Saefulloh Fatah mengatakan, majelis taklim mempunyai jaringan sosial terpenting untuk para pemilih dalam pesta demokrasi pemilihan umum maupun pemilhan kepala daerah. 

Dari hasil survei nasional yang dilakukan oleh Polmark pada Juni 2014, terkait keterlibatan responden dengan organisasi baik majelis taklim, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah atau organisasi lainnya menyebutkan, sebanyak 2.600 responden, 35,2 persen yang terlibat dalam kegiatan majelis taklim. 

Sedangkan responden yang terlibat dalam organisasi Nahdlatul Ulama sebanyak 28,6 persen dan terlibat dalam organisasi Muhammadiyah sebanyak 6,6 persen.

Menurut Eep, pada survei nasional November 2017, responden terlibat dalam kegiatan majelis taklim sebanyak 40,7 persen, responden terlibat dalam NU sebanyak 34,2 persen dan responden terlibat organisasi Muhammadiyah 6,7 persen. 

"Dari survei nasional majelis taklim, jaringan sosial lebih besar jangkauan jaringan itu dibandingkan NU dan Muhammadiyah," ujar Eep di Jakarta Selatan, Kamis, 18 Oktober 2018. 

Sedangkan rata-rata dari 42 survei tingkat provinsi pada 2018, kata Eep, sebanyak 40,7 responden terlibat dalam kegiatan majelis taklim, yang terlibat organisasi NU 34,2 dan responden terlibat organisasi Muhammadiyah sebanyak 6,7 persen.

"Di tempat-tempat mayoritas muslim di majelis taklim adalah jaringan yang menjangkau lebih dari sepertiga pemilih," katanya. 

Eep menjelaskan, semua kategori majelis taklim selalu lebih besar daya jangkauan politik elektoralnya dibandingkan NU, apalagi Muhammadiyah. Maka dari itu, majelis taklim jangan dipandang remeh.

"Terutama penggalangan majelis taklim yang efektif bukan menggalang pimpinan majelis taklim, tapi menggalang jemaahnya. Tingkat kemandirian pemilih di Indonesia relatif tinggi," tuturnya. (ase)