Anggota Komisi I: Idealnya di Batam Tak Perlu Ada Pemkot

Anggota Komisi II DPR RI Firman Soebagyo saat melakukan Kunjungan Kerja Spesifik
Sumber :

VIVA – Sesuai filosofi pembentukan Badan Otorita Batam di era Orde Baru, sebetulnya tak perlu ada pemerintah kota (Pemkot) di Batam. Biarkan Batam dikelola secara independen oleh Otorita Batam yang kini berganti nama menjadi Badan Pengusahaan Batam (BP Batam). Ketika ada Pemerintah Kota Batam, benturan dan tumpang tindih kebijakan pun dimulai.

Penegasan ini dikemukakan Anggota Komisi II DPR RI Firman Soebagyo saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II PR RI ke Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Selasa 9 Oktober 2018. Tim Kunspek dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron.

“Batam memang dikembangkan untuk kawasan industri. Tujuannya waktu itu untuk mengimbangi Singapura. Ketika sudah berjalan banyak investor masuk. Namun, ketika terjadi krisis moneter 1997-1998, terjadi pula gejolak di Batam. Stagnasi pembangunan pun terjadi dan banyak perusahaan yang tidak bisa meneruskan investasinya,” kata Firman.

Legislator Partai Golkar itu melanjutkan, ketika krisis moneter terjadi, banyak ruko-ruko dibangun atas kebijakan pemerintah pusat agar ekonomi rakyat bergeliat. Tapi, itu justru jadi awal karut marut Batam. Tahun 1999 lahir UU Kehutanan yang menegaskan peran Otorita Batam kala itu. Semua kewenangan Otorita Batam menyangkut wilayah hutan diatur kembali melalui keputusan pemerintah dan perundangan lainnya.

Kemudian muncul pula pemerintah Kota Batam hasil pemekaran yang semuanya justru menyebabkan benturan serius dalam kebijakan mengelola Batam. “Idealnya, di Batam itu tidak perlu dibentuk pemerintah kota. Harusnya Batam tetap menjadi otorita, seperti di Sensen, China. Di sinilah muncul konflik kepentingan antara pemerintah Kota Batam dengan Otorita Batam,” papar legislator dapil Jawa Tengah itu.

Firman mengatakan, bila dulu tak dibentuk Pemkot dan Batam diatur sepenuhnya oleh BP Batam, mungkin tak pernah ada benturan kebijakan dan konflik kepentingan di Batam, terutama menyangkut kebijakan pertanahan yang sering muncul konflik. Sementara menanggapi usulan agar Batam dijadikan daerah istimewa seperti Yogyakarta, ia menyatakan tak setuju. "Pembentukan daerah istimewa tidak bisa diobral begitu. Biarkan Batam berdiri seperti filosofi awal pembentukannya," tutup Firman. (dpr.go.id)