Anggota Komisi XI: Indonesia Tidak Boleh Tergantung Pada IMF dan WB
VIVA – International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB) menguasai hampir 2/3 ekonomi global. Kebijakan ekonomi apapun yang diambil Indonesia pasti terdeteksi dua lembaga keuangan dunia tersebut. Yang penting Indonesia tidak boleh bergantung pada keduanya, walau Oktober ini pemerintah Indonesia memfasilitasi pertemuan tahunan (annual meeting) IMF dan WB di Bali.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir mengungkap hal itu sesaat sebelum mengikuti Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa 2 Oktober 2018. Dikatakannya, pertemuan tahunan IMF dan WB sudah disampaikan ke DPR RI berikut anggarannya oleh pemerintah jauh sebelum pertemuan digelar. Jadi, pertemuan itu sudah diputuskan DPR RI dan tidak mungkin balik ke belakang untuk membatalkannya.
“Kita harus jaga wibawa negara. Jangan sampai pertemuan IMF ini sudah kita biayai cukup besar, tidak cukup berhasil. Saya harap semua stakeholder baik yang pro maupun yang kontra dengan kedatangan IMF dan WB tetap harus menjaga kondusifitas terhadap pertemuan IMF dan World Bank di Bali. Saya melihat ke depan mau tidak mau dalam percaturan ekonomi, faktor global akan sangat kuat memengaruhi kebijakan-kebijakan di dalam negeri,” jelas Hafisz.
Menurut Hafisz, Indonesia belum bisa melepas hubungan baik dengan IMF dan WB. Tapi, bukan berarti harus bergantung pada keduanya. Selama Indonesia mampu mengelola sumber daya alam secara mandiri untuk kemakmuran rakyatnya, pihak asing pun tak bisa mengatur urusan di dalam negeri. Untuk itulah, seru mantan Ketua Komisi VI DPR RI ini, Indonesia harus memperkuat kemampuan pengelolaan sumber daya alamnya agar tak diatur asing.
Di sisi lain, legislator Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengapresiasi penguasaan saham 51 persen atas tambang emas PT Freeport Indonesia oleh Pemerintah Indonesia. Itu langkah maju untuk memperkuat penguasaan sumber daya alam yang dimaksud. Ia berharap sumber daya lainnya yang masih dikuasai asing bisa segera kembali ke tangan Indonesia.
“Saya menyambut baik kembalinya Freeport ke pangkuan Republik Indonesia dengan 51 persen saham. Jadi mulai kuatkan ekonomi kebangsaan kita, supaya ke depan kita betul-betul menguasai dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tidak diatur oleh lembaga keuangan asing,” harap legislator dapil Sumatera Selatan itu. (dpr.go.id)