PDIP: Film G30S/PKI Dihentikan Yunus Yosfiah

Anggota Komisi VI DPR RI Aria Bima dalam kunjungan kerja di Solo, Jawa Tengah, pada Selasa, 5 Juni 2018.
Sumber :
  • VIVA/Fajar Sodiq

VIVA - Jelang 30 September, film 'Pengkhianatan G30S/PKI' kembali jadi bahan perbincangan di masyarakat. Direktur Program Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Aria Bima, membantah anggapan selama ini ada larangan pemutaran film itu dari Presiden Jokowi.

"Jadi seolah-olah disudutkan bahwa pemutaran-pemutaran ini dihentikan oleh Pak Jokowi dan dikapitalisasi seolah-olah Pak Jokowi tidak setuju pemutaran film G30S itu, suatu hal yang dikapitalisasi menjadi isu politik," kata Aria di Posko Rumah Cemara, Jakarta Pusat, Jumat 28 September 2018.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini mengingatkan, film yang sering diputar di masa Orde Baru itu sudah dihentikan sejak tahun 1998. Saat itu pemutaran dihentikan oleh Menteri Penerangan, Yunus Yosfiah, yang saat ini ada di tim Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

"Penghentian film G30S/PKI ini adalah merupakan suatu kebijakan yang pada tahun 1998 dihentikan pemutarannya oleh Menteri Penerangan, dalam hal ini adalah Pak Yunus Yosfiah, Brigjen purnawirawan yang sekarang menjadi penasihat di Pak Prabowo," ujar Aria.

Dia menjelaskan, saat itu pemutaran dihentikan karena ada masalah keakuratan sejarah dalam film itu yang dianggap tidak sesuai keadaan yang sebenarnya. Aria menyamakan dengan film 'Janur Kuning' tentang sejarah Serangan Umum 1 Maret yang terlalu menonjolkan peran Soeharto.

"Waktu itu menginginkan di dalam hal yang menyangkut masalah sejarah itu, perlu ada hal menyangkut film yang lebih menggambarkan keadaan sebenarnya. Sama halnya 'Serangan Umum 1 Maret' ditonjolkan Pak Harto banget," kata Aria.

Sebelumnya, mantan Panglima TNI Jenderal purnawirawan Gatot Nurmantyo mengakui dirinya memprovokasi agar seluruh rakyat Indonesia menonton bersama film Pengkhianatan G30S/PKI.

Dikutip VIVA, dalam instagram resminya @nurmantyo_gatot, Jumat 28 September 2018, Gatot menjelaskan beberapa alasan, agar warga Indonesia wajib menonton film itu.

"Ya, boleh saja dibilang provokasi, tetapi keyakinan saya sesuai dengan sumpah prajurit, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," ujar Gatot. (mus)