Hanura: Gerakan #2019GantiPresiden Memunculkan Permusuhan

Deklarasi jargon hashtag #2019GANTIPRESIDEN
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

VIVA – Deklarasi #2019GantiPresiden menuai polemik karena aksi pengadangan di Pekanbaru, Riau dan Surabaya, Jawa Timur. Elite koalisi pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin menilai aksi penolakan aktivis #2019GantiPresiden karena masyarakat sudah muak.

Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah Zubir menyindir kegiatan tersebut karena kandidat capres kubu #2019GantiPresiden tak berani terang-terangan mendeklarasikan diri.

"Kegiatan tersebut menunjukkan bahwa capres tersebut adalah capres ayam sayur yang tidak berani terang-terangan mndeklarasikan diri karena menunggu reaksi masyarakat," kata Inas dalam keterangannya, Senin, 27 Agustus 2018.

Inas menambahkan gagasan mengganti presiden melanggar Undang-undang Pasal 6, Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Alasannya, gerakan #2019GantiPresiden menimbulkan permusuhan dan kebencian sehingga berpotensi memunculkan bentrokan antara massa.

"Bentrokan antara massa yang mendukung dengan massa yang muak," tutur Ketua Fraksi Hanura di DPR tersebut.

Baca: Gerakan #2019GantiPresiden Dianggap Cuma Cari-cari Perhatian

Sebelumnya, aktivis #2019GantiPresiden Neno Warisman diadang massa di Pekanbaru pada Sabtu petang, 25 Agustus 2018. Rencananya, Neno mau menghadiri deklarasi #2019GantiPresiden pada Minggu esoknya, 26 Agustus 2018.

Neno pun dipaksa untuk kembali pulang ke Jakarta karena aksi massa yang tak mengizinkan adanya deklarasi #2019GantiPresiden.

Sementara, aktivis lain #2019GantiPresiden, Ahmad Dhani ditolak massa di Surabaya, Jatim, Minggu, 26 Agustus 2018. Bahkan, massa sempat mengepung hotel tempat Dhani menginap.