Zulkifli: Sri Mulyani Lupa Dia Menteri Keuangan Era SBY

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA - Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Zulkifli Hasan, menanggapi Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut pidatonya sebagai Ketua MPR politis dan menyesatkan.

"Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pidato saya di sidang tahunan MPR politis dan menyesatkan. Menkeu Sri Mulyani juga terus menyalahkan pengelolaan utang periode pemerintahan sebelumnya. Siapa sebenarnya yang menyesatkan? Berikut adalah jawaban saya #JawabBenar," kata Zulkifli dalam akun twitternya @ZUL_hasan, Kamis 23 Agustus 2018.

Ia menjelaskan sumber data yang ia sebutkan berdasarkan Nota Keuangan 2018. Dalam dokumen Nota Keuangan tersebut, ia tak melihat ada pembayaran pokok utang. Ia mempertanyakan angka Rp396 triliun yang Sri sebutkan.

"Dalam Nota Keuangan 2018 hanya ada pos pembayaran bunga utang sebesar Rp238 triliun dan pembiayaan utang sebesar Rp399 triliun. Tidak ada keterangan mengenai pembayaran pokok utang sebesar Rp396 seperti disampaikan Ibu Sri Mulyani," kata Zulkifli.

Ia mensimulasikan dengan menganggap data Sri benar soal utang Rp396 triliun. Maka bila ditambah pembayaran bunga utang Rp238 triliun maka jumlah total beban utang sebenarnya menjadi Rp634 triliun. Sebab, tak mungkin membayar utang pokoknya saja, tapi juga bunganya.

"Ibu Sri Mulyani juga selalu mengungkit bahwa utang adalah warisan masa lalu, khususnya ketika saya menjabat Menteri Kehutanan periode Pak SBY. Saya rasa, Ibu Sri Mulyani lupa bahwa ibu adalah juga Menteri Keuangan di periode Pak SBY. Sekali lagi, Menteri Keuangan," kata Zulkifli.

Ia menambahkan saat itu sebagai menteri kehutanan ia jelas tak bisa mengambil kebijakan tentang utang. Justru Sri sebagai Menteri Keuangan yang memiliki kewenangan memutuskan berapa banyak utang dan bunganya.

"Kenapa sekarang salahkan periode sebelumnya?" kata Zulkifli.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganggap kritikan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Zulkifli Hasan, yang mengatakan pembayaran pokok utang pemerintah yang jatuh tempo pada 2018 sebesar Rp400 triliun tidak wajar, alias sesat dan bermuatan politis.

Dia menjelaskan, hal itu karena pembayaran pokok utang 2018 sebesar Rp396 triliun dihitung berdasarkan posisi utang per akhir Desember 2017. Dari jumlah itu, 44 persen adalah utang yang dibuat pada periode sebelum 2015 atau sebelum Presiden Joko Widodo menjabat.