MK Tidak Terima Dibilang 'Goblok' oleh Osman Sapta

Ketua DPD Oesman Sapta Odang
Sumber :
  • VIVA.co.id/Reza Fajri

VIVA –  Mahkamah Konstitusi berang dengan pernyataan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Osman Sapta Odang (OSO) di sebuah televisi swasta yang menyebut 'MK itu goblok.' Pernyataan Oesman Sapta itu disampaikan dalam dialog dengan tema polemik larangan calon anggota legislatif DPD dari Parpol beberapa waktu lalu.

Atas pernyataan tersebut, Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah menyatakan lembaganya telah melayangkan surat protes kepada OSO secara langsung. "Surat keberatan berdasarkan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 30 Juli. Langkah ini kami ambil setelah mendengar rekaman secara utuh," kata Guntur di gedung MK, Jakarta, Selasa, 31 Juli 2018.

Guntur mengungkapkan setelah para hakim konstitusi mendengarkan rekaman program itu secara utuh, MK berkesimpulan bahwa, perbuatan tindakan atau ucapan yang dilakukan OSO dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang merendahkan kehormatan, harkat, martabat, wibawa MK dan para hakim MK. "Suratnya telah kami layangkan kepada Pak OSO dan sudah diterima oleh beliau," ujarnya.

Mengenai apa langkah MK selanjutnya, Guntur belum bisa memastikan. Karena MK masih menunggu respons dari OSO atas surat protes yang dilayangakan MK.

"Kami tidak bisa menilai langsung secara tegas, kami hanya menyampaikan ini masuk kategori perendahan MK dan hakim MK. Jadi tidak perlu kami sampaikan secara vulgar, tapi kami harapkan OSO segera merespons surat keberatan," kata Guntur.

Sebelumnya, OSO menyebut MK goblok terkait putusan yang melarang pengurus parpol menjadi caleg DPD. OSO sendiri saat ini menjabat Ketua Umum Partai Hanura sekaligus Ketua DPD RI. 

MK mengabulkan permohonan pengujian Undang-undang (judicial review) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada 23 Juli lalu. Putusan MK dengan Nomor: 30/PUU/XVI/2018 dengan permohonan pemohon yaitu Muhammad Hafidz.

MK dalam putusannya menegaskan bahwa frasa "pekerjaan lain" dalam Pasal 182 huruf i UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus partai politik (parpol).

Putusan MK tersebut berdampak pada larangan pencalonan anggota DPD dari unsur pengurus parpol. Jadi, DPD tidak boleh diisi oleh pengurus parpol. 

Pengurus parpol dalam putusan MK ini adalah pengurus mulai dari tingkat pusat sampai tingkat paling rendah sesuai dengan struktur organisasi parpol yang bersangkutan. (ase)