Pindah Partai karena Uang, Preseden Buruk Proses Kaderisasi
- dok.ist
VIVA - Kepindahan eks politikus Partai Amanat Nasional, Lucky Hakim, ke Partai Nasdem mendapat sorotan publik. Sebab, kabar yang berhembus, Lucky pindah ke partai baru demi mendapatkan uang miliaran rupiah. Soal biaya transfer ini diduga tidak hanya terjadi pada Lucky.
Pengamat politik dari UIN Syarief Hidayatullah, Adi Prayitno mengatakan kabar Lucky pindah ke Nasdem dengan diberi uang sampai miliatan rupiah memang masing simpang siur. Lucky membantah sementara PAN meuding artis itu sering berbohong.
Adi menuturkan terlepas kubu siapa yang benar, seorang pindah partai karena uang memang sebuah ironi bagi proses internal partai politik.
"Yang jelas ini preseden buruk bagi proses kaderisasi partai. Apalagi jika betul pindah partai hanya karena mahar, jelas itu mengkhianati logika etis berpolitik," ujar Adi kepada VIVA, Sabtu, 21 Juli 2018.
Fenomena Lucky, menurut Adi, makin menurunkan nilai dari politikus artis. Publik menangkap dari kasus itu, artis politik kini bukan lagi sebatas mendongkrak suara tapi sudah menjadi layaknya barang dagangan.
"Caleg, terutama dari artis, terkesan sebagai komoditas politik yg bisa dijadikan alat transaksi demi meraih kemenangan. Biasanya hanya vote getter sekarang berkembang serupa barang yang bisa diperjual belikan," tuturnya.
Kasus Lucky pun menjadi cermin sekaligus otokritik bagi parpol. Sebagai institusi pemilu, Adi menuturkan, seharusnya parpol memprioritaskan kader inti bukan malah membajak caleg non parpol yang tak jelas rekam jejaknya tapi populer di mata publik.
Sementara, parpol memiliki kader yang sejak awal dipersiapkan sebagai calon pemimpin publik dengan bekal kapasitas dan kompetensi memadai. Jika partai terus mengandalkan popularitas artis yang minim kompetensi, Adi yakin bakal menjadi bumerang bagi parpol.
"Fenomena semacam ini perlahan akan menggerogoti eksistensi partai dari dalam karena partai tak jadi sebagai wadah seleksi pemimpin tapi menjelma sebagai 'badah usaha' yang bisa bertransaksi apapun demi instentif elektoral," jelasnya.
Sebagai institusi yang mencetak kader calon pemimpin, menurutnya, sangat miris jika parpol dengan kader yang berlimpah namun terus menerus menomorduakan kadernya.
"Sangat ironis memang karena banyak kader inti hanya dijadikan kayu bakar politik demi ambisi kekuasaan elite partai," ucapnya.
Namun, Adi mengakui memang ada kalanya parpol memang memilih caleg non parpol dengan kalkulasi tertentu. Dalam hal demikian, menurut Adi, sebaiknya kader bersikap tunduk dan patuh atas putusan partai. Kader yang loyal, kata Adi, partai politik tetap eksis sekalipun kaderisasinya tak jalan.
"Dalam berpartai harus ada orang yang dengan segala kerendahan selalu legowo dengan kebijakan partai yang tak menguntungkan," katanya.
Sebelumnya, Lucky disorot, lantaran adanya cuplikan tangkap gambar atau screenshot percakapan atas nama dirinya. Ia membantah pesan dalam percakapan tersebut berasal dari dirinya.
Dalam percakapan itu, pesan yang diduga ditulis Lucky menyebut dia mendapatkan uang tunai Rp5 miliar dan Rp 2miliar untuk bantuan logistik Pileg. Bahkan, juga disebut dia menceritakan bagaimana Perindo menawarkan kontrak sinetron Rp10 miliar.
Saat dikonfirmasi, Lucky mengatakan, screenshot seperti itu bisa dibuat oleh semua orang. Ia pun membantah screenshot yang beredar berasal adalah tulisannya.
Lucky juga membantah dibajak Nasdem, dia mengatakan PAN lah yang memecatnya sehingga dia berlabuh ke partai pimpinan Surya Paloh.