Curigai Motif Politik di Balik Kenaikan Anggaran DPR
- abc
Di Indonesia pengamat mencurigai kepentingan politis di balik lonjakan fantastis kenaikan anggaran yang diajukan DPR sebesar Rp 7,7 triliun menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) tahun depan.
Tambahan 15 orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode mendatang dan rencana penataan komplek DPR termasuk pembangunan Gedung DPR tahap kedua menjadi alasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengajukan rencana kerja anggaran DPR sebesar Rp7,7 triliun pada tahun 2019 mendatang kepada pemerintah.
Jumlah ini melonjak Rp2 triliun dibandingkan anggaran tahun 2018 lalu.
Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR – satuan kerja DPR yang menyusun anggaran operasional DPR – Anton Sihombing kepada media di Jakarta beberapa waktu lalu mengakui kenaikan anggaran ini juga dimaksudkan untuk mengakomodir rencana kenaikan gaji anggota dewan.
Usulan ini tentu saja langsung menuai penolakan dari sejumlah kalangan. Direktur Center For Budget Analysist (CBA), Uchok Sky Khadafi menilai kenaikan tersebut tidak rasional dan tidak mencerminkan kepentingan rakyat.
"Kenaikan Rp2 triliun itu keterlaluan dan tidak rasional. Apalagi kalau sampai mereka naik gaji atau mengakali dengan mengadakan kenaikan tunjangan."
Uchok juga mempersoalkan anggaran pembangunan Gedung DPR tahap II yang belum pun dimulai pembangunannya.
“Kenapa mereka mengajukan lagi anggaran untuk pembangunan Gedung DPR. Itu kan sudah ditolak publik, Ini bukti kalau kenaikan anggaran ini bukan untuk kepentingan rakyat, tapi hanya untuk modernisasi fasilitas anggota dewan saja.” katanya.
Kritik ini memang tampak tidak berlebihan, pasalnya kenaikan anggaran yang diajukan DPR ini setara dengan dana yang dialokasikan pemerintah untuk merehabilitasi ratusan ribu gedung sekolah yang rusak di berbagai daerah.
Bahkan anggaran ini hampir 40 kali lipat lebih besar dari anggaran untuk mengatasi gizi buruk anak balita di berbagai pelosok yang jumlahnya ditaksir hampir 1 juta anak.
Hanya selesaikan 10 UU selama tahun 2017
Sementara dalam hal kinerja, para wakil rakyat ini juga dianggap masih sangat kurang.
Terkait kinerja legislasi misalnya, sepanjang tahun 2017 lalu DPR hanya mengesahkan 10 RUU dari 50 RUU prioritas.
Bahkan pada tahun sebelumnya, DPR hanya mampu mengesahkan 3 dari 37 RUU prioritas.
Selain itu, catatan dari laman WikiDPR menyebutkan dari 9 rapat paripuna, rata-rata kehadiran angora DPR seluruhnya hanyalan 227 dari 560 anggota atau kurang dari 50% anggota yang hadir dalam rapat-rapat yang diselenggarakan DPR.
Peneliti dari Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam menyoroti kinerja pengawasan DPR yang selama ini tidak mencerminkan kepentingan rakyat dan bahkan beberapa kali justru malah bertentangan dengan keinginan rakyat.
“Terkait fungsi pengawasan beberapa kali DPR justru membentuk panitia khusus (pansus) yang kontroversial dengan keinginan rakyat. Misalnya pansus KPK padahal masih banyak hal krusial lain yang dihadapi publik yang seharusnya menjadi concern DPR, seperti Pendidikan, infrastruktur itu malah kurang atensinya DPR. ” kKata Roy Salam.
Roy Salam juga menyayangkan sikap Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR yang tidak transparan.
Dimana BURT tidak mempublikasikan rincian Rancangan Kerja Anggaran DPR yang mereka susun.
Ia menduga sebagian besar dana tersebut akan dialokasikan untuk anggaran kunjungan kerja ke daerah pemilihan (Dapil) anggota dewan masing-masing.
Suatu yang sarat motif pribadi dan politik menjelang Pemilu 2019.
“Setiap menjelang pemilu DPR pasti minta kenaikan anggaran. Pos yang penting disoroti itu terutama anggaran kunjungan ke daerah pemilihan di masa reses."
"Saya melihat kunjungan tersebut bukan untuk mengagregasi kepentingan publik, tapi kunjungan itu lebih untuk mendatangi konstituen di Dapilnya demi untuk kepentingan dia pada pemilu ke depan,” katanya.
Kedua Lembaga ini mendesak pemerintah untuk tidak memenuhi saja anggaran yang diajukan DPR.
Sebaliknya mereka meminta pemerintah meneliti dengan cermat kesesuaian antara anggaran yang diajukan DPR ini dengan kebutuhan sebenarnya dari para wakil rakyat tersebut.
Bantahan DPR
Sementara itu menanggapi tudingan ini Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR menilai anggaran yang diajukan mereka sudah dikonsultasikan dengan alat kelengkapan DPR lainnya dan besarannya juga tidak terpaut jauh dengan anggaran tahun lalu.
Wakil Ketua BURT, Hasrul Azwar menepis kritik yang mempertanyakan kinerja DPR.
“Menurut saya anggota DPR sudah menjalankan secara maksimal peran mereka sesuai tupoksinya yaitu peran anggaran/legislasi dan pengawasan.”
“Suara-suara negatif yang menilai DPR lamban dalam menjalankan peran legislasinya itu perlu diingat bahwa pembuatan UU tidak hanya menjadi wewenang DPR tetap juga eksekutif terlibat penuh sejak awal pembahasan.”
Politisi Partai Persatuan Pembangunan yang sehari-hari bertugas di Komisi III DPR ini juga membantah kenaikan anggaran itu tidak mencakup rencana kenaikan gaji anggota DPR.
Rencana kerja anggaran DPR ini belum tentu diterima oleh pemerintah.
Merujuk pengalaman tahun-tahun sebelumnya pemerintah bahkan pernah menolak pengajuan anggaran yang dinilai publik tak tepat sasaran.