Rommy: Tak Ada Negara yang Tak Punya Utang, Termasuk AS
- PPP
VIVA - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Mohammad Romahurmuziy mengatakan di tahun politik ini, segala kebijakan pemerintah dipersoalkan. Yang terakhir adalah soal utang pemerintah.
"Tidak ada satu negara pun di dunia yang tidak berutang, bahkan Amerika Serikat menjadi raksasa ekonomi dunia di bawah utang yang telah berjalan lebih dari 200 tahun," kata politisi yang akrab disapa Rommy tersebut, dalam pidato acara puncak Harlah PPP, di Semarang, Sabtu, 14 April 2018, kemarin.
Rommy menuturkan utang bukanlah hal yang dilarang selama untuk kegiatan yang produktif dan di-manage dengan baik. Di dalam UU No.13/2003 tentang Keuangan Negara, utang pemerintah dibatasi maksimal 60 persen terhadap PDB.
Saat ini, lanjut dia, total utang pemerintah per Februari 2018 berjumlah Rp4.034 triliun atau 29,2 persen terhadap PDB. Untuk perbandingan, rasio utang Jepang bahkan 230 persen terhadap PDB.
"Karena jauh di bawah batas maksimum, perdebatan soal utang RI tidak perlu dibuat gaduh," kata dia.
Rommy melanjutkan selama era pemerintahan ini, utang digunakan on the track untuk pembangunan ekonomi. Hal ini terlihat dari kenaikan belanja infrastruktur dari Rp290 triliun di tahun 2015 menjadi Rp410 triliun di 2018.
"Pembangunan infrastruktur yang masif ternyata menaikkan daya saing Indonesia," kata dia.
Berdasarkan Indeks Daya Saing Global, kata dia, Indonesia naik 5 peringkat dari 41 di tahun 2016 menjadi 36 di tahun 2017. Bunga surat utang Indonesia juga tak bisa disamakan dengan Jepang misalnya. Menurutnya, bunga Indonesia mahal karena inflasi lebih tinggi yakni 3,6 persen di 2017, sementara Jepang sempat deflasi.
"Angka inflasi menentukan imbal hasil riil yang diterima investor, makin tinggi inflasi, makin tinggi permintaan bunga dari investor pembeli surat utang," ujarnya.
Rommy menambahkan tantangan ke depan adalah menurunkan laju inflasi dengan mengendalikan kebutuhan pokok sehingga bunga utang semakin murah. Langkah penting lainnya, meningkatkan fundamental ekonomi agar rating utang bisa melesat menjadi AAA dari saat ini BBB.
"Jika rating utang semakin baik, dan dampak pembangunan infrastruktur sudah dirasakan oleh masyarakat, kegaduhan soal utang pasti ditinggalkan," kata Rommy.