Premium Langka, Rakyat Dipaksa Pakai BBM Non Subsidi
VIVA – Anggota Komisi VII DPR, Kardaya Warnika, menjelaskan kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium berkurang lantaran masalah patokan tarif yang ditentukan pemerintah.
Menurut dia, pemerintah yang merupakan pemegang mandat menentukan tarif BBM di seluruh Tanah Air terkesan memaksakan masyarakat menggunakan Petralite yang justru harganya lebih mahal.
"Sekarang kalau premiumnya tidak ada, kenyatannya walaupun (ada) harganya masih tetap Rp6.500. Premium harganya segitu, tapi Premiumnya tidak ada. Akhirnya belinya itu Petralite. Artinya apa? Rakyat harus menanggung harga BBM itu dari Rp6.500 jadi Rp7.000 sekian," kata Kardaya saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 10 April 2018.
Seharusnya, kata dia, pemerintah harus tegas terhadap aturan yang menyerahkan harga BBM kepada pemerintah. Nyatanya di lapangan, banyak SPBU milik asing justru sepihak menentukan harga BBM kepada konsumen.
"Nah, sekarang pertanyaannya apa sih BBM? BBM kan tidak hanya premium dan tidak hanya dijual oleh Pertamina. Pertanyaan saya yang dijual oleh Shell itu ditetapkan pemerintah tidak?" kata dia.
"Kan Peraaturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 yang dikeluarkan waktu Presiden Jokowi baru (dilantik), sudah jelas semunya harus ditetapkan pemerintah," tambah politikus Partai Gerindra tersebut.
Mantan Kepala BP Migas ini mengingatkan kelangkaan kekurangan pasokan Premium yang dilakukan Pertamina jangan membuat perusahaan pelat merah itu merugi. Menurutnya, tugas perusahaan negara atau BUMN bukan untuk merugi tapi diminta untuk mencari untung.
"Tapi kalau dibebankan ke BUMN dasarnya apa? Lalu BUMN-nya apa enggak kena UU BUMN. Yang mengatakan BUMN harus cari untung, kok ini ada rugi yang diniatkan," ujar dia. (ase)