Panggil Paksa Setiap Orang, DPR Klaim Itu Usulan Pemerintah
- VIVA.co.id/Lilis Khalisotussurur
VIVA – Pasal 73 dalam revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, atau UU MD3)yang baru disahkan menjadi undang-undang oleh DPR, menjadi salah satu pasal yang kontroversial.
Pasal tersebut mengatur kewenangan DPR bisa memanggil paksa setiap orang, untuk diperiksa melalui permintaan tertulis kepada Kapolri.
Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas menegaskan, revisi UU MD3 merupakan inisiatif DPR mengklaim dari susunan draft awal yang dibuat panja DPR, terkait pasal pemanggilan paksa, yang sebenarnya bukan mengarah pada 'setiap orang', tetapi hanya terbatas pada 'pejabat negara' atau 'pejabat pemerintahan'.
Namun, menurutnya, ada masukan dari pemerintah untuk mengubah frasa dari semula hanya 'pejabat negara' atau 'pejabat pemerintah', diganti menjadi 'setiap orang'.
"Kalau maunya pemerintah seperti itu, ya sudah. Kita maunya bukan 'semua orang', tetapi hanya yang bisa membuat kebijakan," kata Supratman di acara 'DPR Semakin Sakti' ILC tvOne, Selasa malam, 20 Februari 2018.
Ia mengakui, ketika ada usulan perubahan frasa 'setiap orang' bisa dipanggil paksa DPR, itu tidak ada sanggahan dari fraksi-fraksi di DPR dan pemerintah. Sehingga, dalam revisi UU MD3 yang disepakati dewan, pemanggilan paksa itu meliputi 'setiap orang'. "Ya itulah adanya," ujarnya.
Supratman mengatakan, ada ruang konsultasi publik terkait pembahasan RUU MD3 tidak terbuka lebar, sehingga muncul pasal-pasal kontroversi. Kendati demikian, politikus Partai Gerindra itu menekankan bahwa dewan semula berpikir pasal-pasal yang ada tidak ada yang baru.
"Tapi soal mekanisme tadi, masuk prolegnas, persetujuan pemerintah dan DPR, itu sudah kita lalui semua," tambahnya.