Arsul Sani: DPR Bisa Sandera Orang Itu Lebay
- VIVA.co.id/Moh. Nadlir
VIVA - Anggota Badan Legislasi atau Baleg asal Fraksi PPP, Arsul Sani, menceritakan soal dinamika yang terjadi dalam pembahasan revisi UU MD3 sebelum disahkan khususnya soal pasal penyanderaan pihak yang dipanggil DPR.
Menurut dia, pemerintah yang ingin agar jangan hanya pejabat saja yang bisa disandera saat tak mau hadir, tapi setiap orang. "Isi yang diusulkan DPR sebelum berubah awalnya tiap pejabat yang dipanggil DPR tak mau datang bisa dipanggil paksa. Tapi pemerintah yang ingin jangan diskriminasi pejabat saja, maka katanya diganti tiap orang," kata Arsul dalam diskusi di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 15 Februari 2018.
Ia mengatakan, DPR sebenarnya memiliki intensi agar pasal ini dibuat limitatif. Ia juga tak setuju setelah dipanggil paksa maka pihak yang bersangkutan bisa disandera 15 hari. "Itu pasal lebay. Saya lebih sreg jangan disandera. Sebab, menegakkan prinsip warga negara punya kewajiban memberi keterangan atau kesaksian harus ditegakkan di pengadilan," kata Arsul.
Menjawab hal ini, Ketua Badan Legislasi, Supratman Andi Agtas mengatakan, kepentingan DPR hanya memanggil dan bukan memenjarakan. Sehingga hanya diminta keterangannya. "Kalau sudah dapat keterangannya, ngapain harus disandera. Kalau dipidana malah lebih lama," kata Supratman pada kesempatan yang sama.
Adapun ayat yang diubah dan ditambah sebagai berikut:
Pasal 73 UU MD3
Ayat (4) Panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pimpinan DPR mengajukan permintaan secara tertulis kepada kepala kepolisian negara republik Indonesia paling sedikit memuat dasar dan alasan pemanggilan paksa serta nama dan alamat pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum dan/atau warga masyarakat yang dipanggil paksa,
b. Kepolisian negara republik Indonesia wajib memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud ayat (4) huruf a dan
c. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan Kepala Kepolisian Daerah di tempat domisili pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum dan/atau warga masyarakat yang dipanggil paksa untuk dihadirkan memenuhi panggilan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
Ayat (5) Dalam hal menjalankan panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menyandera setiap orang untuk paling lama 30 hari.
Ayat (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan penyanderaaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia.