Fadli Zon: Gizi Buruk di Tengah Pembangunan yang Jor-joran

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon.
Sumber :
  • VIVA/Bimo

VIVA - Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk di Asmat, Papua, menuai sorotan luas. Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai pemerintah selama ini terlalu mementingkan pembangunan fisik sehingga lalai membangun sumber daya manusia di Papua.

“Bukan hanya di Asmat, angka gizi buruk di Pulau Jawa juga masih tinggi. Di tengah pembangunan infrastruktur yang jor-joran, tingginya angka gizi buruk ini seharusnya jadi bahan evaluasi serius bagi pemerintah," kata Fadli dalam pesan tertulisnya, Jumat, 26 Januari 2018.

Fadli mengatakan, sejak pertengahan tahun lalu telah terlihat data tingginya gizi buruk kronis yang menjangkiti 27,5 persen atau sekitar 6,5 juta anak Indonesia. Dia mengingatkan salah satu agenda Nawacita adalah meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

"Apalagi, agenda pembangunan infrastruktur yang selama ini berjalan sebenarnya hanya berorientasi proyek, tidak berorientasi pada masyarakat. Sebab, ekses belanja infrastruktur bagi pemulihan ekonomi dan perbaikan kehidupan masyarakat terbukti tak banyak," ujar dia.

Menurut Fadli, jika pemerintah berhasrat membangun infrastruktur, maka seharusnya yang dibangun prioritas adalah infrastruktur kebutuhan dasar, seperti pendidikan dan kesehatan. Dia menyebut rakyat Papua paling membutuhkan infrastruktur air bersih, pendidikan dan kesehatan.

"Dari data yang saya baca, saat ini tenaga dokter yang ada di Kabupaten Asmat hanya 12 orang, plus seorang dokter spesialis. Lalu, dari 16 puskesmas yang ada, hanya 7 yang punya dokter. Jadi, jumlah tenaga medis dan prasarana kesehatan yang ada di sana sangat tak memadai memang, apalagi untuk menghadapi KLB," katanya.

Seperti diketahui, KLB ini mencuat di awal tahun 2018 ini. Meski kejadian gizi buruk dipengaruhi oleh berbagai hal, pemahaman minim terkait pengolahan makanan yang tepat ternyata menjadi salah satu pemicu yang cukup kuat.

Gizi buruk di Papua menjadi semakin meningkat angkanya karena banyak faktor. Kemungkinan yang ada karena aksesibilitasnya terhadap pasokan pangan serta pengolahan makanan yang belum memadai.