Ketua MPR Sebut Ada Lima Partai di DPR Setuju LGBT

Ketua MPR Zulkifli Hasan.
Sumber :
  • VIVA/Nur Faishal

VIVA – Selain Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan juga mengungkapkan soal pembahasan perilaku lesbian, gay, biseksual dan transgender atau LGBT di gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Dia menyebut ada lima partai yang mendorong itu.

"Di DPR juga tengah dibahas soal LGBT atau pernikahan sesama jenis. Sudah lima partai politik menyetujui," kata Zulkifli saat berbicara di hadapan ibu-ibu dalam Tanwir Aisyiah di Universitas Surabaya, Jawa Timur, Sabtu, 20 Januari 2018. Namun dia tidak menyebut rinci partai apa saja yang menyetujui.

Pernyataan Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu seakan mengonfirmasi keterangan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD beberapa waktu lalu yang menyampaikan bahwa muncul isu ada dana sebesar US$180 juta atau setara Rp2,4 triliun masuk ke Indonesia pada 2015 silam. Uang itu berasal dari organisasi luar negeri untuk meloloskan zina dan LGBT.

"NU dan Muhammadiyah jangan sampai kecolongan. Karena, DPR dan pemerintah sudah akan mengesahkan ini, sudah rampung 90 persen, tapi soal zina ini di-pending, karena kontroversinya. NU dan Muhammadiyah datang ke DPR. Agama-agama lain juga datang, karena itu merusak Zina itu," kata Mahfud dalam Indonesia Lawyers Club (ILC) di tvOne, Rabu, 20 Desember 2017.

Dulu, kata Zulkifli, dia mengingat saat kecil di kampung, perselingkuhan, zina dan LGBT merupakan sebagai aib. Siapa pun yang berperilaku seperti itu sudah pasti akan menutup rapat-rapat. "Ini malah minta diakui," katanya.

Karena setiap undang-undang digodok di DPR, Zulkifli berharap organisasi seperti Aisyiah harus melakukan pencerahan kepada masyarakat tentang pentingnya politik kekuasaan dengan tujuan untuk kemaslahatan umat. "Agar sila Ketuhanan Yang Maha Esa tidak berganti menjadi Keuangan yang maha esa," ujarnya.

Zulkifli juga berpesan kepada ibu-ibu anggota Aisyiah untuk terus ikut menjelaskan kepada perempuan lain bahwa perilaku itu tidak baik. Termasuk kepada keluarga terdekat. "Ibu sebagai teladan, ibu sebagai pendidik. Tugasnya sekarang makin berat. Apalagi Pancasila belakangan ini tidak diajarkan kembali," katanya.