KPU Dinilai Melawan UU Pemerintah Aceh

Kantor Pusat Komisi Pemilihan Umum di Jakarta.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Mohammad Nadlir

VIVA – Yayasan Advokasi Rakyat Aceh menilai Komisi Pemilihan Umum telah mengabaikan dan melawan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, terkait rekruitmen penyelenggara pemilihan kepala daerah di Aceh.

Sebab, KPU telah mengeluarkan Surat Nomor 14/PP.06-SD/05/SJ/I/2018 dengan Perihal Pelaksanaan Seleksi Calon Anggota KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota.

Di sisi lain, Komisi I DPR Aceh juga sudah mengeluarkan pengumuman pendaftaran penerimaan calon Panitia Seleksi Anggota KIP Aceh.

Artinya, sistem perekrutan anggota KIP Aceh periode 2018-2023 hendak terjadi dualisme. Kedua lembaga (KPU dan DPR Aceh) berdalih sama-sama mempunyai pedoman.

“Tindakan KPU ini jelas telah melawan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), sebagaimana di sebut dalam Pasal 56 UUPA,” ungkap Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh, Safaruddin, di Banda Aceh, Aceh, Rabu, 10 Januari 2018.

Ia menjelaskan, dalam UUPA anggota Komisi Independen Pemilihan Aceh diusulkan oleh DPR Aceh dan ditetapkan oleh KPU dan diresmikan oleh gubernur.

Anggota KIP kabupaten/kota diusulkan oleh DPRK ditetapkan oleh KPU dan diresmikan oleh bupati/wali kota. Dalam melaksanakan ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), DPRA/DPRK membentuk tim independen yang bersifat ad hoc untuk melakukan penjaringan dan penyaringan calon anggota KIP.

Jika merujuk pada pasal 571 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di sebutkan “Pasal 57 dan Pasal 60 ayat (1), ayat (2) serta ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, sedangkan kedua pasal tersebut hanya mengatur tentang jumlah anggota KIP (pasal 57) dan tentang Penitia Pengawas Pemilihan Aceh (pasal 60 ayat (1) dan (2), bukan tentang pemilihan KIP di Aceh.

Menurutnya, karena itu kewenangan memilih KIP Aceh dan KIP Kabupaten/Kota tetap menjadi kewenangan DPR Aceh dan DPR Kabupaten/Kota bukan menjadi kewenangan KIP.

“KPU perlu memperhatikan bahwa UUPA bersifat khusus dan mengatur Aceh secara khusus, kecuali hal-hal yang tidak di atur dalam UUPA dapat diatur dengan peraturan perundangan lainnya, tetapi sepanjang itu diatur secara tegas dalam UUPA maka kewenangan tersebut tidak boleh diganggu dengan aturan lainnya,” katanya.

Untuk itu, pihaknya meminta KPU untuk mencabut surat tersebut untuk KIP Aceh, dan meminta DPR Aceh dan Pemerintah Aceh untuk melakukan perlawanan terhadap KPU.

“Hanya dengan selembar surat yang ditandatangani oleh seorang Sekretaris Jenderal KPU dengan lancang telah menghilangkan satu pasal dalam UUPA yang secara hukum setara dengan UU Nomor 7 Tahun 2017,” kata Safaruddin.

Safaruddin menambahkan, Pasal 57 (1) UUPA Anggota KIP Aceh berjumlah tujuh orang dan anggota KIP kabupaten/kota berjumlah lima orang yang berasal dari unsur masyarakat. Kemudian Masa kerja anggota KIP adalah lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.