Hakim Sebut Andi Narogong Perkaya Setya Novanto

Andi Narogong.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

VIVA – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong bersalah, melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana korupsi e-KTP secara bersama-sama sejumlah pihak.  

Hakim mengganjar Andi dengan hukuman 8 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. "Menyatakan terdakwa (Andi) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Hakim Jhon Halasan saat membaca amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Kamis, 21 Desember 2017.
 
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan Andi Narogong bersama pihak lain mengarahkan agar konsorsium PNRI, sebagai pemenang lelang proyek e-KTP. Dua konsorsium yang diminta Andi mendampingi lelang proyek e-KTP ini adalah, PT Astragraphia dan PT Murakabi Sejahtera.

Majelis hakim juga menyatakan Andi Narogong memiliki hubungan dekat dengan Setya Novanto, untuk membahas anggaran proyek e-KTP di DPR. Andi pun pernah bertemu dengan Novanto di Hotel Gran Melia, Jakarta Pusat. "Kemudian Andi bertemu Setya Novanto, Diah, Irman, dan Sugiharto," kata hakim.

Atas dukungan Novanto di Gran Melia, Andi kembali mengajak Irman bertemu Novanto di lantai 12 ruang Fraksi Golkar di DPR.

Dilanjutkan anggota hakim Emilia Djajasubagja, Andi Narogong terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi terkait proyek e-KTP pada 2011-2012. Salah satu yang diperkara Andi adalah Setya Novanto.

Namun, dari uraian fakta putusan hakim ini, jumlah uang yang diperoleh Setya Novanto dari proyek e-KTP tidak mencapai US$7 juta, seperti di dalam surat dakwaan terhadap Novanto. "Menimbang fakta hukum, diperoleh bukti meyakinkan bahwa Setya Novanto telah memeroleh uang yang bersumber dari proyek e-KTP," kata hakim Emilia.

Menurut hakim, berdasarkan fakta sidang pemberian kepada Novanto hanya sebesar US$3,8 juta dan SGD383.040

Berdasarkan fakta sidang, perusahaan Biomorf yang diwakili Johannes Marliem pernah menyetor US$1,8 juta ke rekening perusahaan Made Oka Masagung di Singapura. Biomorf merupakan salah satu perusahaan yang mengerjakan proyek e-KTP. 

Untuk menyamarkan, PT Biomorf mengeluarkan invoice penagihan sebesar US$3,5 juta  kepada PT Quadra Solution. Selanjutnya, PT Quadra menyetorkan uang kepada Biomorf, yang kemudian diteruskan kepada Made Oka.

Selain dari Marliem, Made Oka pernah menerima US$2 juta dari Anang Sugiana Sudihardjo, selaku Direktur Utama PT Quadra Solution. PT Quadra merupakan salah satu anggota konsorsium pelaksana e-KTP.

Dalam persidangan, Oka mengatakan uang US$ 2 juta itu sebagai pembayaran pembelian saham perusahaan Neuraltus Pharmaceutical. Uang itu ditransfer ke rekening perusahaan milik Oka yang ada di Singapura.

Selain itu, ada juga pemberian yang melalui keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi. Made Oka menyetor uang sebesar SGD383.040  ke rekening milik Muda Iksan Harahap. Selanjutnya, oleh Muda Iksan, uang tersebut diantarkan ke kediaman Irvanto di Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Meski begitu, hakim mempertimbangkan, Novanto dan Andi Narogong serta para pengusaha telah menyepakati bahwa fee untuk Novanto sebesar US$  juta.

Fee ke Politikus

Masih dalam putusan yang dibaca majelis hakim, Andi Narogong juga dinyatakan terbukti memberikan fee kepada sejumlah politikus dan pejabat publik, khususnya anggota Komisi II DPR dalam kurun September-Oktober 2010 untuk memperlancar pembahasan anggaran e-KTP di DPR.

Atas perbuatannya, selain pidana penjara dan denda, Andi juga dikenai pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. "Pembayaran uang pengganti dihitung dari nilai harta yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi," ujar hakim Ansyori Saifudin.

Menurut hakim, dari fakta sidang terbukti bahwa Andi menerima US$2,5 juta dan Rp1,1 miliar dari e-KTP. Dengan begitu, Andi diwajibkan bayar uang pengganti senilai sama dengan jumlah tersebut.

Namun, uang pengganti itu dikurangi uang yang telah diserahkan Andi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahap penyidikan. Andi sudah menyetor US$ 350.000  kepada KPK.

Menurut hakim, uang pengganti harus dibayar minimal satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, harta benda milik Andi akan disita dan dilelang. Namun, bila jumlah harta tidak mencukupi, akan diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Merespons putusan itu, Andi mengaku tidak akan banding, sementara jaksa KPK mengaku pikir-pikir.