Ditjen KI Fasilitasi Akses Ciptaan bagi Disabilitas Netra
VIVA – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) selaku pemerintah yang menangani bidang kekayaan intelektual (KI), menjamin pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia bagi para penyandang disabilitas untuk memiliki akses informasi yang dipublikasikan tanpa harus melanggar hak cipta dan hak terkait.
Bertepatan dengan peringatan Hari HAM sedunia ke-69 di Solo, DJKI menggelar Focus Group Discussion (FGD) tentang Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Kekayaan Intelektual bagi Disabilitas, sebagai langkah untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat mengenai kebijakan pemerintah dalam perlindungan hak penyandang disabilitas.
“Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan ditandatanganinya Marrakesh Treaty (Traktat Marrakesh) untuk Fasilitasi Akses atas Ciptaan yang Dipublikasi bagi Disabilitas Netra, Gangguan Penglihatan, atau Disabilitas dalam Membaca Karya Cetak pada tanggal 28 Juni 2013 silam di Maroko,” ujar Mualimin Abdi, Direktur Jenderal HAM Kemenkumham saat pidato pembukaan di Hotel Sunan Solo, Minggu 10 Desember 2017.
Erni Widhyastari, selaku Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Ditjen KI mengatakan bahwa implementasi Marrakesh Treaty telah dituangkan dalam ketentuan Pasal 44 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
“Saat ini telah disusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang fasilitasi akses terhadap Ciptaan bagi penyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan dan keterbatasan dalam membaca dan menggunakan huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya, dan sudah masuk tahap harmonisasi,” ujar Erni dalam paparannya.
Menurut Erni, ada banyak manfaat dari Traktat Marrakesh ini untuk penyandang disabilitas netra di Indonesia, diantaranya memperbanyak jumlah karya cetak yang dapat diterbitkan dalam format aksesibel bagi penyandang disabilitas netra.
Selanjutnya manfaat lain yang didapat yaitu, dapat meningkatkan kecepatan dan kemudahan pertukaran lintas batas antar negara untuk penerbitan karya cetak yang dapat diakses untuk penyandang disabilitas netra.
“Memberikan kesempatan penerbitan karya cetak dalam format aksesibel yang lebih banyak seperti braille, narrated audio, e-text dan lain-lain, serta memungkinkan penerbitan karya cetak dari negara lain dalam format akses yang dibuat dalam berbagai bahasa untuk kepentingan penyandang disabilitas netra,” ucap Erni menjelaskan.
Erni menambahkan, bahwa Traktat Marrakesh dapat menghindari duplikasi penerbitan fasilitasi akses yang mahal di suatu negara karena dimungkinkannya pertukaran lintas batas dengan negara lain sepanjang untuk kepentingan Disabilitas Netra.
Penyelenggaraan kegiatan ini juga bertujuan untuk memperoleh masukan dari berbagai pihak dan kalangan, sehingga apa yang akan diupayakan Pemerintah dapat secara maksimal dalam memenuhi dan memberikan fasilitas bagi disabilitas. (webtorial)