Ternyata Indonesia Punya 'Utang' ke UNCAC

Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA – Negara Indonesia ternyata masih memiliki utang pada konvensi Persatuan Bangsa Bangsa antikorupsi atau United Nation Convention Anticorruption.

Utang itu berupa, masih banyaknya rekomendasi hasil konvensi yang belum ditindaklanjuti menjadi peraturan Perundang-undangan di Tanah Air. Padahal, Indonesia sudah meratifikasi UNCAC lewat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006.

"Kita telah meratifikasi UNCAC sejak 2006 tapi sampai hari ini kita punya utang untuk meratifikasi hal tersebut," kata Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif dalam kegiatan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) yang bersamaan dengan Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin, 11 Desember 2017.

Implementasi rekomendasi UNCAC dilakukan terhadap setiap negara yang telah meratifikasi UNCAC dievaluasi oleh dua negara lain. Indonesia sendiri dievaluasi Inggris dan Uzbekistan.

Berdasar evaluasi tersebut, masih banyak rekomendasi yang belum dituangkan dalam formula antikorupsi di Indonesia. Di antaranya, regulasi mengenai korupsi di sektor swasta atau korporasi, memperkaya diri sendiri secara tidak sah, perdagangan pengaruh atau trading influence dan pemulihan aset atau asset recovery. 

"Perampasan aset, korupsi sektor swasta, memperkaya diri sendiri dengan tidak sah, perdagangkan pengaruh itu kekurangan legislasi kita saat ini," kata Laode.

Untuk itu, daripada habis energi menyusun revisi UU KPK yang ?berulangkali jadi agenda 'terselubung' melemahkan lembaga antikorupsi, Laode meminta pemerintah dan DPR untuk membuat regulasi yang mengakomodir UNCAC.

Menurut Laode,  ini penting dan bisa masuk melalui revisi UU Pemberantasan Tipikor atau dalam RUU KUHP yang sedang dibahas di parlemen.

"Jangan ributkan revisi yang selalu ujung-ujungnya yang mau direvisi itu selalu UU KPK. Kalau kita mau revisi itu UU Tipikor, jangan UU KPK, tapi lengkapi UU Pemberantasan Tipikor dan UU lainnya yang di-review negara-negara tersebut," kata Laode.

Laode menambahkan, dengan masuk dalam revisi UU Pemberantasan Tipikor atau RUU KUHP, Indonesia bisa mengimplementasikan UNCAC tanpa perlu memangkas atau menambahkan poin di dalam aturan yang ada.

Laode menyadari undang-undang menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi pemerintah, pasalnya sejauh ini masih banyak regulasi yang saling tumpang tindih.

"Tidak berarti menambah hutan belantara (regulasi) itu. Saya paham kenapa Presiden susah sekarang karena dari ribuan Undang-undang itu banyak yang tumpang tindih antara sektor yang satu dan lain. Belum lagi peraturan nasional daerah dan tingkat 2 saling kontradiktif," kata Laode.
 
Laode menyatakan, pemberantasan korupsi tidak dapat dilakukan oleh KPK sendiri. Dibutuhkan komitmen dan dukungan oleh seluruh elemen bangsa. Laode menilai, sekuat apapun komitmen pemerintah, pemberantasan korupsi tidak dapat berjalan maksimal tanpa dukungan DPR, termasuk dalam menyusun regulasi yang menjadi utang pemerintah Indonesia terhadap UNCAC.

"Melawan korupsi butuh dukungan serius dari parlemen. Momentum ini mari kita jadikan sebagai awal tunggakan-tunggakan atau utang-utang yang seharusnya bisa kita penuhi, karena sudah 11 tahun meratifikasi UNCAC bisa dipenuhi sedikit demi sedikit," kata Laode.

Ketua KPK, Agus Rahardjo menegaskan, utang-utang UNCAC menjadi persoalan utama yang dibahas dalam KNPK tahun ini. Agus berharap seluruh instansi terkait memiliki komitmen untuk menyusun regulasi yang telah direkomendasikan UNCAC.

"Hakordia (Hari Antikorupsi Sedunia) 2017 temanya ingin gap (pemisahan) antara UNCAC yang sudah disepakati di dalam UU No 7 tahun 2006 dengan peraturan legislasi kita makin hari semakin sempit dan utuh?. Ada banyak peraturan perundangan yang kita belum memiliki," kata Agus di lokasi sama.

Agus menyatakan, institusinya telah memiliki draf revisi UU Tipikor yang mencakup rekomendasi UNCAC, dan KPK siap jika pemerintah atau DPR ingin membahas draf ini.

"Saya lebih persiapkan di UU Tipikor supaya cepat di KPK ada draf revisinya. Kami sangat terima kasih kalau diajak untuk mengubah UU Tipikor. Mencakup beberapa isu perdagangan pengaruh maupun memperkaya diri sendiri dengan tidak sah. Kami sudah minta untuk draf-kan kalau diminta silakan," kata Agus.

Direktur Perencanaan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Dahana Putra di lokasi yang sama, menyatakan, RUU KUHP yang sedang dibahas saat ini telah mengadopsi sejumlah rekomendasi UNCAC.

Beberapa di antaranya mengenai perdagangan pengaruh dan penyuapan di sektor swasta. Terkait perampasan aset misalnya, RUU itu juga menyentuhkan.

"Kami memperkuat regulasi dalam pemberantasan korupsi seperti pemberantasan aset sudah selesai dan rencananya akan dorong prolegnas dan MLA (Mutual Legal Assistance) juga sama terkait dukungan pemberantasan tindak pidana korupsi karena ini sifatnya UU jadi diajukan ke DPR," kata Dahana.