Cuaca Ekstrem, Kemenhub Terbitkan Maklumat Pelayaran
- ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
VIVA – Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) mengingatkan adanya cuaca ekstrem yang akan terjadi dalam tujuh hari ke depan. Imbauan tersebut dituangkan melalui Maklumat Pelayaran No.104/XI/Dn-17 tanggal 13 November 2017.
Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Marwansyah, mengatakan, maklumat tersebut ditujukan kepada seluruh kepala Kantor Kesyahbandaran Utama, dan kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). Kemudian, kepala Kantor Pelabuhan Batam, kepala Kantor Unit Penyelenggaraan Pelabuhan (UPP), dan Kepala Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai serta Kepala Distrik Navigasi di seluruh Indonesia.
Marwansyah menjelaskan, berdasarkan hasil pemantauan Badan Meteorologi, Kimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada 12 November 2017, diperkirakan pada 12 November hingga 18 November 2017, cuaca ekstrem dengan tinggi gelombang 2,5-4 meter dan hujan lebat akan terjadi di perairan Samudera Hindia Selatan Jawa Timur dan Bali.
"Untuk itu sedini mungkin pihak terkait dalam hal ini regulator dan operator termasuk nakhoda harus siap dan dapat mengantisipasi terjadinya cuaca ekstrem," ujar Marwansyah dikutip dari keterangan resminya, Rabu 15 November 2017.
Marwansyah mengatakan, dalam mencegah terjadinya kecelakaan laut, para kepala UPT diminta melakukan beberapa tindakan preventif. Pertama, melakukan pemantauan ulang kondisi cuaca setiap hari melalui portal BMKG, untuk selanjutnya menyebarluaskan hasil pantauan kepada pengguna jasa, dan menempelkannya di terminal penumpang.
"Bila kondisi cuaca membahayakan keselamatan, maka pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) agar ditunda hingga kondisi cuaca di wilayah yang akan dilayari benar-benar aman," ujar Marwansyah.
Kemudian kedua, kepada operator kapal, khususnya nakhoda, diminta untuk melakukan pemantauan cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum berlayar. Lalu, selanjutnya melaporkan kepada syahbandar guna mengajukan permohonan SPB.
Marwansyah menyebutkan bahwa saat dalam pelayaran, nakhoda juga harus melaporkan kondisi cuaca minimal enam jam sekali dan melaporkan kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat dan dicatatkan dalam log book.
"Bila kapal mendadak menghadapi cuaca buruk, maka nakhoda segera melayari kapalnya ke tempat yang lebih aman dengan ketentuan kapal dalam kondisi siap digerakkan," tuturnya.
Setelah berlindung, nakhoda kapal wajib melaporkan ke Syahbandar dan SROP terdekat dengan menginformasikan posisi kapal dengan jelas.
Tak hanya kepada nakhoda, dalam Maklumat Pelayaran itu, Marwansyah menugaskan juga beberapa hal kepada kepala Pangkalan PLP dan kepala Distrik Navigasi agar seluruh kapal patroli KPLP dan kapal negara Kenavigasian. Mereka harus pada posisi siaga dan segera dilayarkan pada saat menerima informasi bahaya dan atau kecelakaan kapal.
"Kepala SROP dan nakhoda kapal negara juga agar memantau serta menyebarluaskan kondisi cuaca dan bila terjadi kecelakaan maka harus segera berkoordinasi dengan kepala Pangkalan," ungkapnya.