Belasan Peternak Sapi Tak Menyangka Jadi Tersangka Korupsi
- VIVA/Nur Faishal
VIVA – Enam belas peternak asal Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, tak menyangka bakal menghuni rumah tahanan. Pergi ke kantor Kejaksaan Tinggi Jatim di Surabaya pada Senin pagi, 13 November 2017, mereka naik bus mini bertulisan Jetbus. Namun, usai diperiksa, malamnya mereka malah digelandang ke bus tahanan.
Langkah mereka gontai kala keluar dari dalam lift di lobi kantor Kejati Jatim. Sebagian banyak yang berusaha menutupi wajah dengan tas dan jaket di tangan. Baju mereka terlihat kusut, beberapa beralas kaki sandal jepit. Satu per satu mereka digiring oleh petugas Kejaksaan masuk ke bus dan mobil tahanan yang terparkir di depan lobi.
Sebelum peristiwa itu, dua bus mini berwarna terang datang bergiliran ke halaman lobi Kejati Jatim. Dari dalam mobil bertulisan Jetbus itu, barang bawaan semacam ransel dikeluarkan. Dua bus mini itu adalah kendaraan yang disewa mereka dari Pacitan menuju kantor Kejaksaan di Surabaya.
Keenam belas peternak itu adalah penerima bantuan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) yang disalurkan Bank Jatim cabang Pacitan pada 2010. Mereka mengajukan bantuan lewat dua kelompok peternak, yakni Agromilk I (235 ekor sapi perah senilai Rp3,995 miliar) dan Agromilk II (80 ekor senilai Rp1,389 miliar). Bantuan itu adalah program pusat yang disalurkan melalui Dinas Pertanian.
Mereka datang berbarengan untuk memenuhi panggilan penyidik dalam kasus dugaan penyelewengan KUPS. Itu adalah pemeriksaan kali ketiga. Oktober lalu, mereka diperiksa maraton di kantor Kejaksaan Negeri Pacitan. Pekan lalu diperiksa di Kejati Jatim.
"Mereka dipanggil lagi kemarin sebagai saksi," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jatim, Richard Marpaung, kepada VIVA pada Selasa, 14 November 2017. "Habis diperiksa mereka ditetapkan tersangka. Kasihan juga sebetulnya, mereka mungkin enggak nyangka jadi tersangka dan ditahan."
Seorang penyidik menceritakan, mereka diperiksa di lantai lima Kejati Jatim sekira pukul 09.30 WIB. Satu per satu diperiksa untuk menguatkan data sebelumnya. Sekira pukul 14.00 WIB, dengan nada pelan dan sopan penyidik memberitahukan bahwa mereka dijadikan tersangka. "Mereka terlihat sedih, mungkin enggak nyangka karena dipanggilnya sebagai saksi," ujarnya.
Tidak Melawan
Mereka kooperatif saat diperiksa, termasuk ketika tahu ditetapkan tersangka dan akan ditahan. Tidak ada perlawanan. Sebetulnya, total yang diperiksa 18 orang. "Yang dua orang saat sapi dijual karena mati, uangnya dikembalikan," kata penyidik itu.
Richard menuturkan, bantuan itu diperoleh melalui jalan yang tidak rumit. Kelompok peternak mengajukan KUPS setelah memilih sapi perah yang akan dibeli. Bank Jatim lalu ke lokasi mengecek kondisi sapi dan disetujui. Sapi yang dibeli dalam kondisi bunting. Pembayarannya oleh Bank Jatim seharga Rp14 juta per ekor.
Berdasarkan pengakuan tersangka, kata Richard, sapi yang diterima berbeda dengan kondisi yang dicek di lokasi. Itulah sebabnya penyidik akan mengembangkan ke pihak lain. "Bisa jadi sapi yang diterima harganya lebih murah dari yang dicek awal dan diajukan kredit," ujar Richard.
Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi, mengatakan bahwa dana KUPS dicairkan oleh pihak bank sebelum ada rekomendasi dari Dinas Pertanian setempat. Padahal itu jadi syarat pencairan. Sudah begitu, setahun kemudian semua sapi dijual dan uangnya tidak dikembalikan. Negara dirugikan Rp5,3 miliar. "Akan kita kembangkan," katanya. (ren)