Profil Empat Pahlawan Nasional Baru Indonesia
- VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA – Presiden Joko Widodo telah menetapkan empat tokoh nasional sebagai pahlawan nasional. Mereka adalah TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid tokoh asal Nusa Tenggara Barat (NTB), Laksamana Malahayati (Keumalahayati) dari Aceh, Sultan Mahmud Riayat Syah dari Kepulauan Riau, dan Lafran Pane dari Yogyakarta.
Penetapan keempat tokoh tersebut sebagai pahlawan nasional tertuang dalam Keputusan Presiden No 115/TK/tahun 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan.
Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial, Hartono Laras, mengatakan ada syarat umum dan syarat khusus yang harus dipenuhi sebelum akhirnya tokoh tersebut diputuskan memperoleh gelar pahlawan nasional oleh Presiden.
Hartono menjelaskan, TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid lahir di Nusa Tenggara Barat 19 April 1908 dan wafat pada 21 Oktober 1997. Dia dipilih karena merupakan seorang nasionalis pejuang kemerdekaan, dai, ulama, dan tokoh pendidikan emansipatoris.
Ia merupakan pendiri organisasi Islam Nahdlatul Wathan. Organisasi ini menjadi organisasi Islam terbesar di Lombok yang memberikan perhatian kepada pendidikan dan agama.
Gelar pahlawan nasional juga diberikan kepada Laksamana Malahayati yang merupakan tokoh pejuang asal Nanggroe Aceh Darussalam. Malahayati lahir pada tahun 1550, wafat pada 1615 dan dimakamkan di Krueng Raya, Aceh Besar.
Malahayati adalah laksamana perempuan pertama dari Aceh. Ia membentuk pasukan "Inong Balee" yang berisi para janda prajurit Aceh yang mahir menembakkan meriam dan menunggang kuda.
Tahun 1559 Malahayati memimpin armada laut berperang melawan Belanda dan berhasil menewaskan Cornelis De Houtman. Di Tahun 1606, Malahayati bersama Darmawangsa Tun Pangkat (Sultan Iskandar Muda) berhasil mengalahkan armada laut Portugis.
Sebelumnya, nama Malahayati telah diabadikan sebagai nama kapal perang jenis perusak kawal berpeluru kendali kelas Fatahillah milik TNI AL dengan nomor lambung 362.
Sementara itu, Sultan Mahmud lahir di Sulu Sungai Riau Agustus 1760 silam dan wafat pada 12 Januari 1812. Pada rentang tahun 1782 hingga 1784, Sultan berhasil mengalahkan Belanda yang ingin menanamkan pengaruhnya di Riau dalam Perang Riau I. Kapal Komando Belanda Malaka's Walvaren berhasil diledakkan.
Di tahun 1784, Sultan kembali memimpin perang melawan Belanda yang dipimpin Pieter Jacob van Braam di Tanjung Pinang. Sultan Mahmud menolak ajakan Belanda untuk berdamai dan menerapkan startegi gerilya laut untuk mengacaukan perdagangan Belanda di Selat Melaka dan Kepulauan Riau.
Tahun 1811 Sultan Mahmud mengirimkan bantuan kapal perang lengkap guna melawan ekspansi Belanda ke Sumatra Timur, Sumatra Selatan, dan Bangka Belitung.
Tokoh terakhir yang diberikan gelar adalah Lafran Pane, asal Yogyakarta. Lafran Pane lahir di Sipirok 12 April 1923 dan wafat di Yogyakarta 24 Januari 1991. Lafran Pane dikenal sebagai tokoh pergerakan pemuda dan memprakarsasi pembentukan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada 5 Februari 1947.
Dalam perjalanannya, HMI secara konsisten menolak gagasan Negara Islam yang digagas oleh Maridjan Kartosoewiryo pendiri gerakan Darul Islam. Lafran Pane menjadi salah satu tokoh utama penentang pergantian ideologi negara dari Pancasila menjadi komunisme. (ase)