Hadapi Praperadilan Tersangka Heli AW 101, KPK Gandeng TNI

Penyidik KPK dan POM TNI melakukan pemeriksaan fisik pada Helikopter AW-101 beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi berkoordinasi dengan Puspom TNI untuk menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh.

Irfan mengajukan praperadilan untuk melawan langkah KPK yang menetapkannya sebagai tersangka korupsi pembelian helikopter Augusta Westland 101 milik TNI Angkatan Udara.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengungkapkan koordinasi ini telah berjalan sejak Kamis, 26 Oktober 2017. Menurut Febri, koordinasi ini penting karena, dalam gugatannya, Irfan mempersoalkan mekanisme koneksitas. Itu, terang Febri, akan berpengaruh pada penyidikan yang dilakukan Puspom TNI.

"Meskipun praperadilan diajukan pada KPK, konsekuensi dari persidangan ini dapat berpengaruh pada penyidikan yang dilakukan oleh POM TNI. Karena salah satu aspek yang dipersoalkan adalah mekanisme koneksitas dalam penanganan perkara yang diduga melibatkan sipil dan militer," kata Febri di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 27 Oktober 2017.

Saat konferensi pers di kantor KPK beberapa waktu lalu, Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan, TNI bekerja sama dengan KPK untuk menuntaskan kasus ini sebagai bagian dari komitmen pemberantasan korupsi di tubuh TNI.

Febri menambahkan, kerja sama ini dilakukan berdasar Pasal 42 Undang-Undang KPK. Karena itu,? koordinasi ini, sambung Febri akan terus dilakukan untuk menghadapi sidang perdana praperadilan yang diajukan Irfan pada Jumat, 3 November 2017.

"Koordinasi lebih rinci akan dilakukan minggu depan dalam rangka menghadapi sidang praperadilan yang direncanakan dilakukan Jumat, 3 November 2017 nanti," kata Febri.

Tunda Sidang

Sebelumnya, hakim tunggal pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kusno, menunda sidang perdana gugatan praperadilan Irfan selama dua pekan pada Jumat, 20 Oktober 2017.

Penundaan persidangan ini atas permintaan KPK yang tidak hadir dalam persidangan karena Tim Biro Hukum KPK masih menyiapkan jawaban dan hal lainnya.

Diketahui, Irfan Kurnia Saleh sebagai bos PT Diratama Jaya Mandiri diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter AW-101 di TNI AU tahun anggaran 2016-2017.

Pada April 2016, TNI AU mengadakan satu unit helikopter angkut AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus atau proses lelang yang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta lelang.

Irfan selaku Presdir PT Diratama Jaya Mandiri dan diduga pengendali PT Karya Cipta Gemilang mengikutsertakan dua perusahaan miliknya tersebut dalam proses lelang ini. Padahal, sebelum proses lelang berlangsung, Irfan sudah menandatangani kontrak dengan AW sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak US$ 39,3 juta atau sekitar Rp 514 miliar.

Sementara saat ditunjuk sebagai pemenang lelang pada Juli 2016, Irfan mewakili PT Diratama Jaya Mandiri menandatangani kontrak dengan TNI AU senilai Rp 738 miliar. Akibatnya, keuangan negara diduga dirugikan sekitar Rp 224 miliar.

Atas perbuatannya, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.  (ren)