Perkebunan Sawit Bikin Suhu Indonesia Memanas
- Rainforest Action Network/Nanang Sujana
VIVA – Perubahan peruntukan lahan untuk perkebunan sawit dan karet terbukti membuat perubahan suhu di Pulau Sumatera. Akibatnya, potensi kebakaran hutan dan lahan pun menjadi lebih besar di sejumlah wilayah di Sumatera.
"Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi tanaman keras seperti sawit dan karet, memiliki efek peningkatan panas pada (suhu) permukaan, menambah perubahan iklim," kata Profesor Alexander Knohl dikutip dalam laman European Geosciences Union, Kamis, 26 Oktober 2017.
Baca Juga:
Knohl, peneliti internasional yang telah merilis hasil risetnya di Jambi Sumatera dalam jurnal Geosciences, Rabu, 25 Oktober 2017, menyebutkan, hasil itu didapat mereka dengan meneliti perbedaan suhu untuk permukaan tanah mulai dari hutan, lahan yang sudah ditebang, dan perkebunan tanaman keras.
Dengan mempergunakan data satelit yang telah dikumpulkan selama 15 tahun yakni dari tahun 2000- 2015 oleh NASA serta data lapangan, terungkap ada perbedaan suhu sebagai dampak perubahan fungsi hutan.
Untuk lahan yang ditebang habis yang biasa digunakan untuk pertanian, didapati ada kenaikan suhu sebesar 10 derajat lebih hangat dari kawasan hutan.
Lalu, untuk perkebunan sawit yang sudah dewasa ada peningkatan suhu 0,8 derajat dan 6 derajat untuk perkebunan sawit muda dibanding kawasan hutan.
Berangkat dari perubahan suhu di setiap bentuk tutupan lahan itu, didapati bahwa secara keseluruhan di Jambi Sumatera, ada peningkatan suhu sebesar 1,05 derajat celsius dalam rentang waktu tahun 2000 hingga 2015.
"Efek pemanasan yang kuat di Jambi ini dapat menjadi indikasi perubahan suhu permukaan di wilayah lain di Indonesia di masa depan," kata Knohl.
Untuk itu, ia mengingatkan agar pemerintah Indonesia dapat lebih bijak menyikapi rencana perubahan peruntukan lahan yang lebih besar. Sebab, kondisi suhu permukaan tanah menjadi bagian penting dari iklim mikro yang menjadi awal mula pembentukan habitat tanaman dan hewan.
Ada perubahan sedikit saja pada suhu itu, maka ia akan menjadi potensi membahayakan bagi sebuah habitat ke depannya, termasuk kerentanan dalam kasus kebakaran hutan dan lahan.
"Penggunaan lahan di Indonesia saat ini perlu dievaluasi secara cermat. Kondisi suhu permukaan tanah dan iklim mikro harus dipertimbangkan," kata Knohl. (mus)