Kewenangan Densus Tipikor Rawan Tumpang Tindih
- VIVA/Irwandi
VIVA – Rencana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi hendaknya dibarengi dengan revisi KUHP. Agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dalam menjalankan tugasnya.
Akademisi Hukum Acara Pidana FH UI Junaedi mengatakan, kewenangan densus bisa berbenturan dengan Kejaksaan, terutama dalam proses penuntutan.
"Penuntutan ada di Kejaksaan. Karena yang pertanggungjawaban perkara di pengadilan adalah jaksa," ujarnya di Kawasan Cikini, Jakarta, Minggu 22 Oktober 2017.
Menurutnya, peran jaksa dalam tahap pra penuntutan atau P16 tidak bisa disimplikasi dengan begitu mudah oleh lembaga lain. "Penempatan penuntutan jadi bagian dari densus, itu yang jadi masalah. Tidak sesuai prinsip hukum dan undang-undang," tuturnya
Anggota Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) Narendra Jatna menambahkan, soal alokasi anggaran juga perlu diperhatikan oleh pemerintah setelah Densus Tipikor resmi dibentuk.
Mengingat kerja jaksa lebih berat dengan menangani proses penyidikan, penuntutan sampai putusan di pengadilan. Sementara densus hanya bertanggung jawab pada proses penyidikan saja.
"Prinsipnya silakan saja bentuk tapi dari mata anggaran harus ada kesetaraan. Di Kejaksaan dari penyidikan, penuntutan sampai eksekusi maka anggaran harus lebih besar apabila densus dikhususkan bagian penyidikan," ujarnya.
Diketahui, pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar Rp4,6 triliun per tahun untuk Kejaksaan menangani kasus di seluruh Indonesia, sedangkan sub unit Densus Tipikor direncanakan memperoleh Rp2,6 triliun. (mus)