Kisah Anjing Penyelamat di Gunung Agung yang Mendunia
- Istimewa
VIVA – Kisah anjing-anjing penghuni Gunung Agung di Karangasem, Bali, seolah tak bisa dilepaskan dari peristiwa bencana meningkatnya aktivitas vulkanik di gunung berketinggian 3.142 meter dari permukaan laut itu.
Terutama tentang nasib sepasang anjing bernama Jono dan Joni. Keberadaan mereka yang hingga saat ini belum diketahui secara pasti, terus menjadi sorotan pendaki-pendaki gunung Indonesia dan dunia.
Kabar terbaru yang diterima VIVA.co.id dari salah satu pemandu wisata Gunung Agung, bernama Wayan Dharta, Jono dan Joni belum dievakuasi seperti anjing-anjing lainnya.
"Teman saya pemandu wisata dari Delta Go, bilang, 'pada 19 September ada yang naik. Tidak naik ke puncak. Tapi untuk upacara. Mereka bertemu Jono dan Joni saat masih pertengahan gunung ini'. Dia ada di sana. Jadi kesimpulannya belum ada yang mengevakuasi Jono dan Joni," ujar Dharta dalam perbincangan via sambungan telepon baru-baru ini.
Dharta menuturkan, sangat banyak orang yang mengkhawatirkan nasib Jono dan Joni. Karena memang kedua anjing itu selama ini menjadi ikon tersendiri di Gunung Agung.
"Banyak yang ingin memberi makan, berselfie dengan mereka. Mereka sangat akrab dengan pendaki. Membantu pendaki yang tersesat, membantu kalau ada yang mau upacara ambil air suci. Karena itulah teman-teman menanyakan mereka semua," ujar Dharta.
FOTO: Wayan Dharta bersama Lubak dan Sempol.
Namun, di balik kepedulian pendaki dan wisatawan dunia atas nasib Jono dan Joni. Ada sejarah penting yang perlu diketahui dari kisah anjing-anjing penjaga Gunung Agung.
Dharta menceritakan, sebenarnya tak hanya Jono dan Joni yang hidup di Gunung Agung. Ada tiga ekor anjing lainnya, yakni seekor anjing betina bernama Anggrek dan sepasang anjing yang mirip dengan Jono dan Joni, yang bernama Sempol dan Lubak.
Karena kemiripannya dengan Jono dan Joni, Sempol dan Lubak kerap dianggap sebagai Jono dan Joni oleh mereka yang tidak mengetahui sejarah anjing-anjing Gunung Agung.
Bahkan, saat Dharta mengevakuasi Sempol dan Lubak dari Gunung Agung, banyak orang yang mengira pasangan anjing ini sebagai Jono dan Joni. "Mereka itu mirip, warnanya sama hitam dan putih. Jadi biar enggak ada hoaks, saya klarifikasi. Yang saya evakuasi pada 13 September itu si Sempol dan Lubak," kata Dharta.
Sebenarnya menurut Dharta, sangat mudah membedakan antara Jono dan Joni dengan Sempol dan Lubak. "Jono dan Joni itu ada di Jalur Pura Besakih, sedangkan Sempol dan Lubak berada di Jalur Pura Pasar Agung," katanya.
Siapa pemilik anjing penunggu Gunung Agung?
FOTO: Sempol dan Lubak di pengungsian usai dievakuasi dari Gunung Agung.
Dharta menuturkan, sebenarnya anjing pertama yang mendaki Gunung Agung hingga ke puncaknya ialah anjing bernama Anggrek. Anggrek merupakan anjing milik Wayan Widiyasa, pemandu wisatawan paling senior di Gunung Agung. Anggrek sudah mulai mendaki bersama tuannya sejak tahun 2002.
"Kira-kira sampai tahun 2004, lalu si Anggrek ditembak mati, waktu ada wabah rabies, karena dia tidak pakai kalung jadi dianggap liar, kemudian ditembak mati.
Sementara itu, Jono dan Joni merupakan sepasang anjing milik pemandu wisata bernama Upih. Jono dan Joni mulai diajarkan empunya untuk mendaki Gunung Agung melalui jalur pendaki Pura Besakih.
Jono dan Joni sering naik gunung bersama Upih, untuk memandu pendaki dan wisatawan yang ingin menikmati pemandangan alam Gunung Agung.
Namun, setelah Upih meninggal dunia, Jono dan Joni tak mau pulang ke rumah dan memilih bertahan hidup di Gunung Agung. Jika ada pendaki yang membutuhkan pertolongannya, biasa Jono dan Joni datang memandu.
"Jadi bisa dikategorikan anjing liar Jono dan Joni. Maaf, dengan tidak mengurangi rasa hormat saya. Upih sudah meninggal. Sejak saat itu Jono dan Joni enggak mau turun lagi. Kalau ada yang dipandu, biasanya sebelum mendekati Pura Besakih, mereka hilang," kata Dharta menceritakan.
Sedangkan, Sempol dan Lubak, merupakan anjing milik pemandu bernama Leli. Keduanya merupakan anjing yang kerap membantu pendaki ketika melalui jalur pendakian Pura Pasar Agung.
"Karena pemiliknya sudah kerja lain, jadi Sempol dan Lubak saya yang merawat, sekarang dia ikut mengungsi bersama saya di pengungsian," kata Dharta.
Baca: Kisah Orang Terakhir yang Hadapi Gunung Agung jika Meletus