Eks Auditor BPK Didakwa Terima Suap dan Pencucian Uang
- ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
VIVA – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Auditor Utama Keuangan Negara III di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rochmadi Saptogiri, menerima suap Rp240 juta.
Suap tersebut diberikan oleh Inspektur Jenderal Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Inspektorat Kemendes, Jarot Budi Prabowo.
"Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan menerima hadiah atau janji berupa uang dari Sugito melalui Jarot (dan melalui Auditor BPK Ali Sadli) secara bertahap," kata jaksa KPK, Ali Fikri, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu 18 Oktober 2017.
Menurut jaksa, uang Rp240 juta itu diduga diberikan dengan maksud supaya Rochmadi menentukan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.
Padahal, masih ada temuan pertanggungjawaban pada laporan keuangan tahun 2015 dan 2016 yang belum ditindaklanjuti oleh Kemendes. Selain itu, temuan tersebut berpengaruh pada audit yang sedang dilakukan.
Rochmadi dan Ali Sadli merupakan penanggung jawab dan wakil penanggung jawab tim pemeriksa dari BPK RI, untuk memeriksa laporan keuangan Kemendes di wilayah Jakarta, Banten, Aceh, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat.
Mulanya, tim review BPK menemukan adanya beberapa kekurangan, sehingga mengusulkan pemberian opini WTP ditangguhkan.
Kemudian, pada akhir April 2017, di ruang kerja Sekjen Kemendes, dilakukan pertemuan antara Sekjen Kemendes Anwar Sanusi, Sugito dan salah satu auditor BPK Choirul Anam.
Dalam pertemuan itu, Anam menginformasikan bahwa pemeriksaan laporan keuangan akan mendapat WTP.
Namun, Anam menyarankan agar Rochmadi dan Ali Sadli diberikan uang. Anam menyebut jumlah uang yang harus diberikan sebesar Rp250 juta. "Itu Pak Ali dan Rochmadi tolong atensinya," kata jaksa menirukan perkataan Choirul Anam.
Sugito lantas menyanggupi permintaan uang tersebut. Awal Mei 2017 Sugito bergegas mengumpulkan seluruh Sekretaris Dirjen dari seluruh unit kerja. Jaksa mendeteksi uang suap yang diserahkan kepada Rochmadi dan Ali Sadli berasal dari sembilan unit kerja eselon I di Kemendes.
Menurut jaksa Ali, Sugito pernah mengonfirmasi langsung mengenai permintaan uang itu kepada Rochmadi. Saat itu, Rochmadi membenarkan permintaan uang tersebut. Tapi, Rochmadi menyarankan agar penyerahan uang langsung melalui Ali Sadli, tidak melalui Choirul Anam. Selanjutnya, penyerahan uang secara bertahap dilakukan Jarot Budi Prabowo.
Rochmadi didakwa melanggar Pasal 12 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Gratifikasi dan Pecucian Uang
Selain dakwaan suap, Rochmadi Saptogiri juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp3,5 miliar dan melakukan pencucian uang. Penerimaan itu diduga bertentangan dengan jabatan dan tugasnya sebagai Auditor BPK.
Menurut jaksa, dalam kurun waktu Desember 2014 hingga Januari 2015, Rochmadi secara bertahap menerima gratifikasi dari berbagai pihak.? Dakwaan ini sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pertama, pada 19 Desember 2014 menerima Rp10 juta, ada 22 Desember 2014 menerima Rp90 juta. Kemudian, pada 19 Januari 2015 menerima Rp380 juta dan pada 20 Januari 2015 menerima Rp1 miliar.
Selain itu, Rochmadi pada 21 Januari 2015 menerima sebesar Rp1 miliar dan Rp300 juta. Kemudian, pada tanggal yang sama menerima lagi sebesar Rp200 juta dan Rp190 juta, dan pada 22 Januari 2015 menerima Rp330 juta.
"Bahwa sejak menerima uang, terdakwa tidak melaporkan kepada KPK sampai batas waktu 30 hari kerja, seperti yang dipersyaratkan dalam undang-undang," kata jaksa KPK Moch Takdir Suhan.
Jaksa KPK, Asri menambahkan, uang hasil gratifikasi itu diduga kemudian dibelikan sejumlah aset oleh Rochmadi. Aset itu berupa sebidang tanah kavling seluas 329 m2 di Kebayoran Essence, Bintaro, Tangerang. Tanah dibeli dari PT Jaya Real Property.
"Pembelian aset tersebut diduga sebagai upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya," kata Jaksa Asri giliran meneruskan baca dakwaan.
Menurut jaksa Asri, ?sejak Rochmadi menjadi auditor BPK, ia tidakk pernah melaporkan harta kekayaannya ke KPK. Padahal sebelum menjadi auditor BPK, harta kekayaan Rochmadi hanya sebesar Rp2,4 miliar.
"Bahwa uang yang digunakan untuk membeli tanah tidak sebanding dengan penghasilan dan kekayaan terdakwa. Dengan demikian, asal-usul perolehannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sah," kata jaksa.
Atas perbuatan itu, Jaksa mendakwa Rochmadi melakukan pencucian uang sebagai tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
?Masih dalam dakwaan KPK, Rochmadi juga diduga menyamarkan uang yang diperoleh dari hasil korupsi, salah satunya membeli satu unit mobil Honda Odyssey. Rochmadi pada April 2017, meminta dibelikan mobil Honda Odyssey kepada Ali Sadli, bawahannya yang menjabat sebagai Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara BPK.
Atas permintaan itu, Ali Sadli membeli satu unit Honda Odyssey seharga Rp700 juta di dealer mobil di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Namun, Rochmadi meminta agar pembelian mobil itu tidak menggunakan namanya.
Rochmadi menyamarkan kepemilikan kendaraan dengan memberikan identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Andhika Aryanto sebagai pemilik kendaraan.
Atas perbuatan tersebut, Rochmadi didakwa melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam sidang itu pula, Jaksa KPK juga mendakwa kolega Rochmadi, Ali Sadli. Ia didakwa dengan dua dakwaan sekaligus, penerimaan suap dan TPPU. (ren)