Pengacara Buni Yani: Tuntutan 2 Tahun Tak Dapat Diterima
- ANTARA FOTO/Agus Bebeng
VIVA – Tim penasehat hukum Buni Yani menyatakan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tak jelas menguraikan perbuatan pidana yang disangkakan. Tuntutan dua tahun dinilai tak dapat diterima.
Jaksa menuntut Buni Yani dengan hukuman dua tahun penjara karena terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan sebagaimana diatur dalam pasal Pasal 32 ayat 1 junto Pasal 48 ayat 1 UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Sangat tidak jelas tentang uraian perbuatan terdakwa dalam dakwaan ke satu. Tidak diuraikan unsur tanpa hak, maka kiranya surat tuntutan, wajib ditolak dan tidak dapat diterima," ujar Ketua Tim Penasehat Hukum Buni Yani, Aldwin Rahardian dalam pledoinya di gedung Bapusipda Kota Bandung Jawa Barat, Selasa 17 Oktober 2017.
Menurut Aldwin, uraian jaksa penuntut terkait pasal 32 ayat 1 tidak rinci dan banyak kekeliruan. Salah satunya, penguraian fakta hukum sangkaan mengubah video pidato mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat di Kepulauan Seribu, tidak lengkap.
"Perbuatan yang disangkakan kepada terdakwa sangat tidak jelas, apalagi yang berkaitan dengan pasal 32 ayat 1 sebagai dasar menuntut terdakwa," terangnya.
Kemudian, dia menambahkan pihaknya menolak tuntutan Jaksa dengan dalih materi tuntutan yang dilayangkan tak layak dipertimbangkan majelis hakim. "Hasil pengkajian kami, saling tidak bersesuaian. Karenanya surat dakwaan tidak layak dipertimbangkan," ujarnya.
Dalam dugaan kasus ini, Buni Yani didakwa mengubah, merusak, menyembunyikan informasi elekronik milik orang lain maupun publik berupa video pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Jaksa Andi Taufik menegaskan video rekaman yang beredar di media sosial Youtube Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, diunduh oleh terdakwa pada Kamis, 6 Oktober 2016, pada pukul 00.28 WIB berdurasi 1 jam 48 menit.
"Terdakwa menggunakan handphone merek Asus Zenfone 2 warna putih, telah mengunduh video berjudul '27 Sept 2016 Gubernur Basuki T. Purnama ke Kepulauan Seribu dalam rangka kerja sama dengan STP'. Kemudian tanpa seizin Diskominfo DKI Jakarta, terdakwa mengurangi durasi rekaman," ujar Andi di ruang 1 Pengadilan Negeri Kelas 1 Bandung, Selasa 13 Juni 2017.