Jokowi Didesak Moratorium Eksekusi Mati

Peti jenazah untuk para napi yang dihukum mati di Pulau Nusakambangan beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Idhad Zakaria

VIVA.co.id – Institute for Criminal Justtice Reform atau ICJR meminta pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk memoratorium eksekusi mati narapidana pada 2017. Eksekusi itu dinilai melanggar Hak Asasi Manusia.

"Dalam kondisi ketidakpastian dan keraguan terkait eksekusi mati, maka pemerintah segera melakukan moratorium eksekusi mati untuk menghindari semakin banyak besarnya potensi pelanggaran HAM," kata peneliti ICJR, Erasmus AT Napitupulu, dalam suatu diskusi di Jakarta Pusat, Minggu 8 Oktober 2017. 

Menurut Erasmus, kondisi peradilan dan penegakan hukum belum mampu menjamin keadilan dan perlindungan terhadap HAM. Untuk itu, ICJR mendesak pemerintah harus memoratorium penuntutan pidana mati dan meminta Mahkamah Agung untuk memoratorium putusan pidana mati. 

"Jaksa dan MA masih bisa menuntut dan menjatuhkan pidana tertinggi berikutnya yaitu penjara seumur hidup," ujarnya.

Desakan moratorium hukuman mati, ujar Erasmus, juga berdasarkan fakta munculnya pelanggaran HAM dalam kasus pidana mati. Makanya, pemerintah diminta membentuk tim independen yang mengulas putusan-putusan terpidana mati untuk melihat adanya potensi ketidakadilan peradilan dan kesalahan dalam menjatuhkan hukuman pidana mati. 

Erasmus juga meminta MA segera mencabut SEMA 7 Tahun 2014 yang berdampak pada terbatasnya hak konstitusional terpidana mati untuk mengajukan Peninjuan Kembali (PK). 

"Serta, meminta MA untuk mengevaluasi SEMA 1 Tahun 2012 yang telah membatasi akses terpidana mati untuk mengajukan PK," ujarnya. 

ICJR juga meminta kepada Presiden Jokowi untuk memberikan pertimbangan yang layak dan tertulis dalam Keppres tentang grasi untuk menjamin Presiden sejalan dengan Putusan MK NO.56/PUU/-XIII/2015 dan Pasal 11 Ayat (1) Undang-undang Grasi. 

Erasmus juga meminta kepada Jokowi untuk segera mengevaluasi kinerja Jaksa Agung HM Prasetyo khususnya terkait pelanggaran prosedur dan maladminsitrasi pada eksekusi mati gelombang III berdasarkan putusan Ombudsman RI. Pada Juli lalu, Ombudsman RI telah menyatakan Kejaksaan Agung melakukan beberapa pelanggaran hukum terkait eksekusi mati jilid III pada April 2016. (ren)