Napi Nusakambangan Pengendali 22 Kg Sabu Divonis Mati

Hadi Sunaryo alias Yoyok, terdakwa pengendali bisnis narkotika dari dalam Lapas Nusakambangan Cilacap saat sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu, 27 September 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA.co.id - Sidang perkara jual-beli narkotika 22 kilogram sabu dengan terdakwa Hadi Sunaryo alias Yoyok (47 tahun) memasuki babak akhir. Narapidana yang mengendalikan bisnis narkotika dari dalam Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan Cilacap, Jawa Tengah, itu divonis mati oleh Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu, 27 September 2017.

Sidang vonis perkara itu dibacakan oleh Hakim Ketua Harijanto di Ruang Kartika I. Duduk di kursi terdakwa dengan mengenakan kaus kuning berbalut rompi tahanan warna merah, terdakwa Yoyok terlihat serius menyimak amar putusan yang dibacakan hakim. 

Sesekali Yoyok menundukkan kepala. Tatapan matanya lebih sering mengarah ke lantai daripada ke arah hakim. Gerak tubuh gelisah baru terlihat kala putusan sampai pada kalimat 'mengadili'. Matanya langsung memerah saat hakim menyatakan dia divonis mati.

"Menjatuhkan pidana karena itu kepada terdakwa dengan hukuman mati," kata hakim Harijanto. Terdakwa Yoyok dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah bermufakat jahat dalam hal jual beli narkotika jenis sabu dalam jumlah banyak. Dia dinyatakan melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang tentang Narkotika.

Hakim menjelaskan, berdasarkan fakta persidangan, Yoyok terbukti mengendalikan melalui komunikasi telepon bisnis narkotika sabu-sabu saat mendekam di Lapas Nusakambangan. Ia mengedarkan barang haram itu melalui temannya, Tri Diah Torrisiah alias Susi, yang mendekam di Rumah Tahanan Kelas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo.

Dalam sidang, Susi dan Yoyok diketahui pernah berpacaran. "Saksi Susi pernah mengunjungi terdakwa di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah," kata hakim. Komunikasi itu terus berlanjut hingga Susi dipenjara dalam perkara narkotika melalui sambungan telepon genggam.

Nah, sekira April 2015, terdakwa Yoyok meminta Susi agar mencarikan orang yang bisa berperan sebagai 'gudang' sekaligus operator bisnis sabu-sabu di lapangan. Susi lantas menghubungi Aiptu Abdul Latif, anggota Kepolisian Sektor Sedati, Sidoarjo. Latif bersama istri sirrinya, Indri Rachmawati, menyanggupi.

Perkara itu baru terungkap setelah anggota Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya menangkap Indri di Sedati, Sidoarjo, pada Juni 2015. Latif lalu ikuti dicokok di kontrakannya di Sedati. Total 22 kilogram sabu-sabu diamankan, sisa dari total lebih dari 50 kilogram sabu yang diambil berdasarkan arahan terdakwa Yoyok. 

Vonis mati terhadap Yoyok itu sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Surabaya, Putu Gusti Karmawan. Yoyok langsung menyatakan banding. Adapun Susi, Latif dan Indri sudah lebih dulu menerima vonis mati dan perkaranya masih berjalan di tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

Penasihat hukum Yoyok, Didi Sungkono, mengatakan bahwa upaya banding dilakukan karena dua hal yang tidak mampu dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum di persidangan, yakni tak ada kepastian soal betul atau tidak penelepon saat transaksi ialah suara kliennya.

"Jaksa juga tidak berhasil menghadirkan petugas Lapas Nusakambangan untuk membuktikan kalau Susi pernah mengunjungi klein kami. Karena katanya Susi pernah berkunjung ke Yoyok di Nusakambangan," ujar Didi. (ase)