Widodo, Petani Bantul Bagikan Gratis Cabai di Ladangnya

Widodo, petani asal Bantul yang menggratiskan siapa pun yang ingin memetik cabai di ladang miliknya, MInggu (17/9/2017)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Daru Waskita

VIVA.co.id – Sebuah ladang di Kalipakem, Desa Seloharjo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, mendadak ramai didatangi warga yang ingin mendapatkan cabai secara gratis.

Seorang warga setempat, Widodo, menggratiskan ratusan pohon cabai milliknya dipetik tanpa harus membayar. Widodo mengikhlaskan cabai rawitnya dipetik setelah harga cabai terjun bebas akhir-akhir ini. Menurutnya, daripada menanggung rugi, lebih bermanfaat jika cabainya dibagikan kepada warga.

Tiga hari terakhir, Widodo mengaku kurang istirahat. Dari pagi hari bahkan hingga malam, ayah satu anak ini harus menemani warga yang silih berganti datang ke ladangnya untuk memetik cabai.

Pada Jumat, 15 September 2017, Widodo mem-posting pemberitahuan melalui akun facebooknya. Widodo mengundang bagi siapa saja yang ingin memetik cabai secara cuma-cuma ke ladang miliknya.

Sontak postingan itu menjadi viral hingga Widodo kewalahan melayani warga yang datang dari berbagai wilayah di DIY. 

FOTO: Unggahan Facebook Widodo, petani asal Kabupaten Bantul yang menawarkna gratis hasil panen cabai miliknya kepada siapa pun/Facebook

 

"Jumat pagi saya upload, siangnya dari Yogya dan Gunung Kidul datang rombongan. Ada yang pakai motor dan mobil, tapi harus metik sendiri paling banyak satu kilogram per orang,” ungkap Widodo di ladangnya, Minggu, 17 September 2017.

Widodo mengungkapkan alasannya menggratiskan cabai di lahan yang berada tidak jauh dari bantaran Sungai Opak tersebut. Menurutnya, akibat anjloknya harga cabai akhir-akhir ini kerugian yang dialaminya akan semakin besar jika nekat memanen dan menjualnya ke pasaran.

Pria 25 tahun ini mengatakan untuk memanen cabai tersebut membutuhkan tenaga panen dua orang per hari dengan hasil panen sekitar 20 kilogram cabai. Dengan harga jual dari petani yang hanya Rp4.500 per kilogram, dipastikan bukan untung, namun Widodo malah akan menanggung kerugian.

Baca Juga:

"Dulu modal tanam sekitar Rp2,5 juta, tapi daripada tambah rugi saya ikhlaskan dipetik sendiri sama warga mungkin lebih bermanfaat," terangnya.

Lahan cabai tersebut sebenarnya tinggal seluas 15 lubang atau sisa dari seluruh lahan sebelumnya yang mencapai 80 lubang.

Sebagian besar tanaman cabai rawit merah tersebut mati dan gagal panen akibat tidak mendapat pasokan air. Seperti yang dialami lahan pertanian lain di wilayah itu, tanaman petani seperti jagung tidak mampu bertahan.

Selain air hujan, petani mengandalkan sumur yang sejak dua minggu terakhir juga sudah mulai mengering. 

"Sudah tidak ada harapan lagi, itu jagung juga sudah tidak bisa berbuah makanya sama yang garap dibiarkan begitu saja," sebutnya sembari menunjukkan hamparan tanaman jagung yang tidak terawat.

FOTO: Ilustrasi/Pedagang Cabai

 

Pria yang juga bekerja di sebuah perusahaan periklanan ini menjelaskan lahannya hanya berjarak sekitar 1 kilometer dari bantaran Sungai Opak. Namun karena lokasinya berada di lerang perbukitan dan lebih tinggi dibandingkan sungai maka tidak ada saluran irigasi yang bisa dialirkan.

Lahan miliknya dan milik warga lain seluas hampir 8 hektare itu efektif ditanami ketika musim penghujan saja. Jika nekat menanam saat kemarau, dikatakan Widodo, nasibnya akan sama seperti tanaman sayur tomat miliknya yang sudah mati jauh sebelum cabainya berbuah.

Sementara, Kepala Dinas Pertanian Pangan Kehutanan dan Perikanan (DPPK) Bantul Pulung Haryadi mengakui harga cabai yang tengah merosot dalam sebulan terakhir.

Menurutnya kondisi ini bukan lantaran kelebihan produksi cabai di wilayahnya, namun akibat penumpukan stok cabai. Pasalnya masa panen cabai saat ini berlangsung bersamaan dalam kurun waktu satu bulan.

Sehingga Pulung memprediksi kondisi ini tidak akan berlangsung lama. "Saya pantau harganya (cabai) dari Rp4.000 sekarang sudah Rp6.000, trennya akan kembali naik," jelasnya.

Terkait kekeringan lahan pertanian, Pulung mengatakan belum ada laporan yang masuk ke dinasnya. Namun begitu jika ada petani yang mengalami kekurangan suplai air, Pulung mewanti-wanti agar tidak perlu khawatir secara berlebihan.

Sesuai prediksi BMKG menurutnya akhir bulan September 2017 ini sudah akan memasuki musim penghujan. "Laporan sampai sekarang belum ada yang masuk, semoga prediksi datangnya musim hujan ini pas," katanya. (one)