BPOM Anggap Janggal Peredaran Obat PCC di Kendari
- ANTARA FOTO/Jojon
VIVA.co.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan menganggap ada yang janggal dalam peredaran dan penyalahgunaan obat PCC (Paracetamol Caffein Carisoprodol) di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Obat jenis itu sudah ditarik dari peredaran dan dilarang dijual. Namun, ada yang mengedarkannya ke masyarakat, bahkan diedarkan secara gratis terutama kepada anak-anak dan remaja.
Orang yang memberikan dan anak-anak maupun remaja yang mengonsumsinya tak saling mengenal.
“Diberikan secara gratis. Pemberi dan korban ini tidak saling kenal," kata Kepala Pusat Penyidikan BPOM, Hendri Siswadi, dalam konferensi pers di Kendari pada Jumat, 15 September 2017.
Hendri mengaku telah mewawancarai sejumlah korban obat PCC yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Kendari. Hampir semua korban mengaku tak mengenal pemberi obat berbahaya itu.
Kasus peredaran obat PCC, katanya, sesungguhnya tak hanya terjadi di Kendari, melainkan sedikitnya di sepuluh provinsi di Indonesia. BPOM telah melakukan penindakan untuk memberantas peredaran obat itu sejak Juli 2017.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Narkoba Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara, Komisaris Besar Polisi Satria Adhy Permana, mengamini pernyataan Hendri. Aparatnya memang menemukan sejumlah fakta bahwa pemberi dan korban tak pernah mengenal sebelumnya.
“Sejauh ini kami sudah menangkap sembilan orang pengedar obat-obatan jenis PCC, Somadril, dan Tramadol. Tetapi kami masih mencari tahu siapa pengedar kepada semua korban yang dirawat di rumah sakit,” ujarnya.
Berdasarkan keterangan tersangka yang ditangkap, didapatkan informasi bahwa mereka adalah komplotan atau jaringan peredaran gelap PCC atau biasa disebut mumbul di Kendari.
Korban penyalahgunaan obat-obatan terlarang PCC yang dirawat di sejumlah rumah sakit di Kendari dilaporkan sudah mulai membaik. Total 83 orang, rata-rata remaja. Sebanyak 17 orang masih, dan sisanya dibolehkan pulang.
Obat yang semula diduga narkoba Flakka itu sudah menewaskan tiga orang di Kendari sejak Senin-Kamis, 11-14 September 2017. Satu di antaranya bocah berusia 12 tahun dan yang lain 20 tahun serta 18 tahun.
Para korban dilaporkan mengalami gangguan mental, mengamuk, dan kejang-kejang sehabis mengonsumsi obat PCC.