Eksekusi Jalanan Bandar Narkoba Membunuh Hak Keadilan

Kepolisian Filipina melakukan pemeriksaan terhadap jasad pengedar narkoba di negara itu yang ditembak mati di jalanan beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • REUTERS / Ezra Acayan

VIVA.co.id – Kebijakan pemerintah menerapkan 'eksekusi jalanan' kepada para bandar narkobadinilai membunuh hak para pelaku untuk mendapatkan keadilan.

Sebabnya, terlepas dari aksi kejahatan yang meraka lakukan, namun menembaki para bandar narkoba tanpa pengadilan sama saja melanggar hak asasi manusia.

"Mereka (bandar narkoba) punya hak untuk membela diri. Biarlah pengadilan memberikan sanksi perbuatan yang dilakukan," ujar Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Manager Nasution, Jumat, 15 September 2017.

Manager berpendapat, secara kewenangan, kepolisian di Indonesia tak memiliki keharusan untuk membunuh. Berbeda dengan militer, yang memang memiliki karakter untuk itu.

Atas itu, penting dilakukan agar penindakan terhadap bandar narkoba harus mengedepankan hukum ketimbang mengeksekusi mereka dengan ditembak mati.

Baca Juga:

"Kalau ditembak mati, yang bersangkutan tidak ada kepastian hukum, dan tidak diberlakukan secara adil, dan terputus informasinya," ujar Manager.

Secara prinsip Komnas HAM mendukung langkah pemerintah untuk memberantas peredaran narkoba di Indonesia. Namun demikian, langkah itu tetap harus sesuai dengan prisnpi negara hukum dan asas praduga tak bersalah.

Aksi eksekusi jalanan pemerintah terhadap bandar narkoba di Indonesia, bermula dari instruksi Presiden Joko Widodo untuk menembak mati siapa pun bandar, khususnya mereka yang berasal dari negara lain.

"Sudah lah tegasin saja. Terutama pengedar narkoba asing yang masuk kemudian melawan, sudah  langsung tembak mati saja," kata Jokowi beberapa waktu lalu.

FOTO: Para pengedar narkoba di Filipina yang ditembak mati oleh kepolisian dalam perang narkoba

 

Sejak instruksi itu, kemudian gelombang bandar narkoba yang ditembak mati dalam penangkapan petugas pun melonjak.

Data dari Amnesty International Indonesia, tercatat hanya dalam kurun waktu sembilan bulan, telah ada 76 orang yang menjadi korban.

Dari jumlah itu, sebanyak 11 diantaranya adalah warga negara asing yang berasal dari China, Hongkong, Malaysia, Taiwan, Nigeria dan Afrika Selatan.

Kepala Badan Narkotika Nasional Komjen Budi Waseso kukuh menegaskan bahwa apa yang dilakukan pihaknya sebagai bentuk perlindungan kepada negara.

Ia berpendapat bahwa pihak yang memprotes 'eksekusi jalanan' itu sebagai orang yang tak peduli dengan nasib generasi. "Biarin saja, dia nggak berpikir bagi bangsa dan negara," kata Budi Waseso, Selasa, 12 September 2017.

"Kalau ada orang yang dari dalam kita itu menyuarakan itu (ialah) penghianat bangsa."