Hakim Agung Sebut Indonesia Alami Darurat Peradilan
- ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
VIVA.co.id – Hakim Agung Gayus Lumbuun menyoroti makin banyaknya penegak hukum khususnya di lingkungan pengadilan yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Gayus, kondisi tersebut bisa makin buruk jika tidak segera dilakukan perbaikan mendasar.
"Hanya orang-orang yang tidak punya kepentingan di dalam keadaan dunia peradilan seperti saat ini, yang tidak merasakan bahwa tsunami sedang terjadi di dunia peradilan kita," kata Gayus kepada VIVA.co.id, Sabtu, 9 September 2017.
Agar kekhawatiran tsunami peradilan tidak makin besar, Gayus berpandangan, Presiden Jokowi harus ikut turun membenahi seluruh aparatur peradilan mulai dari hakim, panitera, pegawai administrasi dan pimpinan pada semua tingkat pengadilan pertama sampai Mahkamah Agung.
"Semua (aparatur) dari strata pengadilan dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi sampai MA dievaluasi kembali. Yang baik dipertahankan yang buruk diganti," ujarnya.
Menurut Gayus, konsep pencegahan melalui pengawasan dan pembinaan sudah tidak efektif lagi diterapkan terhadap aparatur-aparatur peradilan saat ini. Sebab, dalam pandangan Gayus, aparatur yang ada saat ini sudah bersifat dan bersikap anomali terhadap moralitas, UUD, kode etik dan pedoman perilaku hakim.
"Perlu pembenahan yang bersifat represif dengan melakukan evaluasi menyeluruh aparaturnya termasuk pimpinan-pimpinan dari semua strata peradilan," katanya menambahkan.
Gayus menjelaskan, pembenahan dengan konsep itu akan efektif bila dipimpin oleh Presiden selaku Kepala Negara, mengingat keadaan peradilan saat ini sudah dapat dikategorikan sebagai keadaan darurat peradilan Indonesia.
"Dengan konsep ini diharapkan kepercayaan masyarakat kepada keadilan melalui pengadilan kembali dipulihkan.”
Sebelumnya, KPK mengamankan tujuh orang, termasuk hakim di Pengadilan Negeri Bengkulu dalam operasi tangkap tangan pada Rabu 6 September 2017. Ketujuh orang itu ditangkap di Bogor dan Bengkulu.Tujuh orang yang ditangkap tersebut di antaranya, hakim karir berinisial S, hakim ad hoc berinisial HA, panitera pengganti berinisial HK dan mantan panitera pengganti berinisial DA.
KPK menduga S dan HA serta sejumlah pihak lainnya ditangkap usai bertransaksi suap. S dan HA diduga menerima suap terkait penanganan perkara di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bengkulu. Selain menangkap tujuh orang, dalam operasi tangkap tangan itu, KPK juga menyita uang tunai yang diduga sebagai bukti suap kepada hakim. (mus)