ICMI: Indonesia Bisa Jadi Inisiator Kemanusiaan Rohingya

Muslim Bangladesh Membantu Pengungsi Rohingya
Sumber :
  • REUTERS/Mohammad Ponir Hossain

VIVA.co.id – Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) mengecam segala bentuk tindak kekerasan militer Myanmar terhadap umat Islam kelompok Rohingya. ICMI meminta agar kelompok Rohingya dibebaskan selamanya dari diskriminasi dan intimidasi.

Sekretaris Jenderal ICMI, Mohammad Jafar Hafsah, berharap Indonesia bisa menjadi inisiator negara ASEAN membantu Rohingya. Menurutnya, negara-negara yang tergabung di ASEAN jangan menutup mata terhadap kasus intimidasi yang dialami umat Islam Rohingya di Myanmar, karena ini juga kasus kemanusiaan.

"Umat Islam Rohingya di Myanmar sebagai orang-orang yang paling sering mengalami persekusi di dunia. Mereka ditolak di negara sendiri, tidak diterima oleh beberapa negara tetangga, miskin, tak punya kewarganegaraan dan dipaksa meninggalkan Myanmar dalam beberapa dekade terakhir," ujar Jafar dalam keterangan pers yang diterima, Senin 4 September 2017

Bukan hanya itu, di wilayah Rakhine (negara bagian barat Myanmar) yang merupakan kampung halaman umat Islam kelompok Rohingya berasal itu, kerap terjadi peristiwa mengenaskan mulai dari perkosaan, pembunuhan, pembakaran rumah. Yang faktanya ditutupi oleh Pemerintah Myanmar.

Oleh sebab itu, Jafar berharap agar negara-negara tetangga bisa menampung warga Rohingya untuk mengungsi. Karena tidak diakui sebagai warga negara dan dianggap pendatang gelap dari Bangladesh. Bahkan, hal seperti ini bukan hanya dialami kelompok Rohingya, tetapi sebagian besar kalangan di Myanmar.

"Rasa saling tidak percaya ini dipelihara dan dimanfaatkan oleh pemerintah serta militer saat mereka berkuasa dalam beberapa dekade. Ini yang amat disesali, apa yang terjadi terhadap kelompok Rohingya bisa disebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan," katanya.

Sepekan lalu, bentrokan di Myanmar kembali pecah. Militer berdalih bentrokan terjadi diawali oleh serangan kelompok militan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Namun, respons militer yang brutal dan massif sangat berlebihan. Militer Myanmar secara membabi buta memburu dan membunuh etnis Rohingya.

Laporan UN Office of the High Commissioner for Human Rights (OHCHR) 2017, diketahui 60 ribu lebih etnis Rohingya merasa nyawanya terancam pergi menyelamatkan diri dari daerah konflik.
Ribuan lebih korban tewas dibunuh secara keji, ribuan orang lainnya telah dihilangkan secara paksa.

Dari laporan itu, 64 persen dari etnis Rohingya melaporkan pernah mengalami penyiksaan secara fisik maupun mental, 52 persen perempuan Rohingya melaporkan mengalami pemerkosaan dan pelecehan seksual lainnya yang mengerikan.